March 28, 2012

The Geography of Bliss



Judul: The Geography of Bliss: Kisah Seorang Penggerutu yang Mengelilingi Dunia Mencari Negara Paling Membahagiakan
Penulis: Eric Weiner
Alih Bahasa: M. Rudi Atmoko
Penerbit: Qanita
November 2011, 512 halaman




Buku ketiga yang aku baca selama seminggu di ruang pengelola saat Latihan Kader setelah Taman Rahasia dan Memilikimu.

Awalnya hanya tertarik dengan cover yang keren. Tambah lagi merupakan buku terjemahan yang dapet cap ’New York Times Bestseller’. Kemudian aku melirik bagian belakangnya. Sedikit mengutip:
“Ditulis dengan wawasan yang dalam dan kocak, buku ini membawa pembaca ke tempat-tempat yang unik dan bertemu dengan orang-orang yang, anehnya, tampak akrab. Sebuah bacaan ringan sekaligus memancing intelektualitas pembaca.”

Buku ini berkisah tentang sebuah memoar perjalanan Eric Weiner yang tengah ‘galau’ menemukan kebahagiaan hidup. Ia memulai perjalanan dari Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, bahkan Moldova, dll (silahkan baca sendiri) untuk mencari tahu apa yang membuat masyarakat negara tersebut bahagia. Kita diajak bertamasya sekaligus berfikir. Semua negara yang dikunjunginya diceritakan dengan deskripsi latar jelas. Yang paling penting, Eric menuliskan dengan lugas percakapan-percakapannya mengenai konsep-konsep kebahagiaan dengan penduduk setempat.


‘Memancing intelektualitas pembaca’ sepertinya menjadi sebuah warning. Karena memang buku ini mencampurkan ilmu sosial, antropologi, psikologi, dan berbagai pemikiran tentang fenomena yang terjadi dalam sebuah catatan perjalanan.  Hebatnya, Eric seolah mengajak kita untuk berhenti sebentar, memberi jeda pada kehidupan kita untuk sekedar berfikir tentang konsep kebahagiaan yang kita miliki dan membandingkannya dengan konsep dari negara lain. Di akhir perjalanan Eric tidak memberikan jawaban pasti, karena sepertinya ia membiarkan dirinya, juga pembaca untuk menjelajahi dan  menyimpulkan konsep kebahagiaan itu sendiri.   


Words on The Geography of Bliss:
Secara naluriah, orang Swiss tahu bahwa rasa iri adalah musuh besar kebahagiaan dan mereka melakukan segalanya untuk menghancurkan rasa iri.
Hlm. 60

Ketika melanjutkan perjalanan ke Buthan kita harus sungguh-sungguh menahan rasa tidak percaya. Realitas dan fantasi hidup berdampingan. Kadang-kadang keduanya tidak dapat dibedakan antara satu sama lain.
Hlm. 116

Rakyat Bhutan menganggap serius gagasan Kebahagiaan Nasional Bruto, tetapi yang mereka maksud dengan ‘kebahagiaan’ adalah sesuatu yang amat beda dengan versi wajah tersenyum bersemangat yang dipraktekkan di Amerika Serikat. Bagi rakyat Bhutan, kebahagiaan adalah usaha bersama.
Hlm. 126

Semua momen dalam kehidupan saya, setiap orang yang saya temui, semua perjalanan yang telah saya nikmati, setiap kesalahan yang saya buat, setiap kerugian yang saya tanggung adalah bukan masalah.
Hlm. 156

Apa yang dulu menyenangkan, sekarang tidak lagi. Para psikolog menyebut hal ini sebagai hedonic treadmill.
Hlm. 200

Tidak cukup uang untuk membeli kenyamanan atau ketentraman Anda, tetapi martabat Anda atau sedikit diperluas, kehormatan Anda: kekuatan pengendali di dunia Arab.
Hlm. 220

Barangkali keharusan merupakan induk dari penemuan, namun saling ketergantungan merupakan induk dari kasih sayang.
Hlm. 232

Di Islandia, menjadi penulis meruapkan hal terbaik bagi Anda. Orang Islandia memuja para penulis mereka.
Hlm. 236

Kita menciptakan kebahagiaan kita dan langkah pertama untuk menciptakan sesuatu adalah membayangkannya.
Hlm. 247

Apakah jejak sastra yang keras ini menjelaskan kebahagiaan di Islandia? Saya tidak yakin. Kecintaan itu memungkinkan anda mengekspresikan keputusasaan Anda dengan fasih dan itu cukup berharga.
Hlm. 252

Jika Anda bebas untuk gagal, Anda bebas untuk mencoba.
Hlm. 258

Terkadang hidup membawa Anda ke suatu tempat.
Hlm  276

Hanya karena budaya tertentu cocok tidak berarti bahwa kita harus memakainya. Selain itu tiap masyarakat memrlukan orang-orang yang tidak cocok dengan budayanya.
Hlm. 283

Kebahagiaan adalah sikap mental Anda dan bagaimana Anda mengejar sikap mental itu
Hlm. 287

Kehidupan yang baik tentu akan membawa pada kehidupan yang bahagia.
Hlm. 288

Tetapi jika ada sesuatu yang saya pelajari dalam perjalanan saya, itu adalah bahwa segala sesuatu jarang sesederhana kelihatannya.
Hlm. 303

Bukan demokrasi yang membuat orang bahagia, melainkan orang-orang bahagia jauh kebih mungkin membangun demokrasi. Lalu apa bahan-bahan budaya yang diperlukan agar demokrasi tumbuh? Kepercayaan dan toleransi.
Hlm. 308

Jepang. Mereka paham secara naluriah bahwa kesopanan adalah pelumas yang membuat gerigi masyarakat berputar dengan mulus. Tanpa itu, bagian-bagian mulai saling membentur dan saling mengauskan.
Hlm. 327

Menjadi berguna, bermanfaat adalah kontributor kebahagiaan yang tidak terucap
Hlm. 326

Bagaimana Anda bisa merasa senang dengan diri Anda jika Anda tidak tahu siapa diri Anda?
Hlm. 330

Namun ada situasi yang berada di luar kendali kita. Anda tidak bisa mengubah hal-hal yang berada di luar diri Anda. Jadi rubah saja sikap Anda. Saya kira, pendekatan ini berhasil untuk orang Thailand.
Hlm. 361

Jika Anda tidak bahagia sebaiknya Anda berhenti mengkhawatirkan ketidakbahagiaan dan melihat perbendaharaan apa yang Anda miliki dari ketidakbahagiaan Anda.
Hlm. 415

Yang menjadi persoalan para pemuja hedonis dan kebanyakan orang Amerika yang terus-menerus mencari kebahagiaan: mungkin kita cukup bahagia sekarang, tapi selalu ada hari esok dan suatu tempat yang lebih bahagia, kehidupan yang lebih bahagia. Maka semua pilihan terbuka.
Hlm. 479

1 komentar:

M.R.A. said...

Saya juga suka sama buku ini. Banyak hal yan lucu dan aneh tapi logis yang menjadi alasan untuk merasa bahagia...dan disampaikan oleh penulis dengan bahasa kocak dan cerdas...

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates