February 19, 2015

Monolog Kegelisahan

2komentar
Untuk beberapa lama aku terduduk tolol menatap layar. Aneh aku seakan tidak hanya kehilangan daya ungkap diri, tetapi juga sudah lupa apa yang akan aku tulis. Rasanya jauh-jauh hari aku telah membuat persiapan untuk saat ini, untuk mengungkaplan apa yang berkecamuk hanya untuk sedikit lebih tenang. Rasanya tidakj pernah terlintas dalam pikiranku bahwa tidak ada hal yang diperlukan di samping keberanian.
Aku sangka semua akan mudah saja; kerja-kerja menulis ini. Yang harus aku lakukan hanyalah memnidahkan kata ke kertas; monolog kegelisahan, - yang tanpa putus sudah berkecamuk di kepala. Toh menulis adalah hal yang biasa aku lakukan. Tetapi saat ini bahkan monolog ini menguap. Kering begitu saja.
Detik-detik berlalu.
Aku tidak menyadari apapun, kecuali kekosongan halaman virtual di depanku. Bahkan untuk membaca aku tidak fokus. Sekedar menyanyi tanpa karuan di kamar juga tak lagi mempan untuk mengusir kemonoan pikiranku.

Padang.
00:54
19.02.2014 

February 16, 2015

[review] Inkspell - Cornelia Funke

0komentar

Judul : Tintenblut: Inkspell
Pengarang : Cornelia Funke
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2012
Halaman : 680
Rating : 4 of 5 stars

Yeay! 680 halaman!
Buku bantal ketiga yang diselesaikan dalam waktu sehari saja.

Berkebalikan dengan Inkheart, TintenBlut a.k.a Inkspell berkisah tentang Meggie sekeluarga yang ‘masuk’ ke dalam cerita. Ceritanya makin seru, makin kompleks dan makin banyak konfliknya. Semakin penuh drama juga, atau mungkin karena aku bacanya lebih serius jadi lebih ngena gitu. Alurnya sedikit lebih lambat jadi agak terasa boring setelah memasuki halaman 400-an.
But still, it was amazing.

Ada beberapa kejutan yang dimunculkan di Inkspell. Contohnya tentang Staubfinger yang ternyata punya 2 anak perempuan dan istri yang cantik banget, *mungkin karena ini dia ngotot mau balik ke dalam buku Tintenhertz kali ya*. Juga tentang Fenoglio yang depresi karena semua tidak berjalan seperti yang ia tuliskan. Sejujurnya aku juga penasaran sih, kalau ternyata beda dengan jalan cerita seharusnya, jadi siapa yang ‘berkuasa’ atas jalannya cerita Tintenhertz.

Satu lagi yang jadi kepikiran adalah: kalau ini adalah buku anak-anak, mungkin nggak ya mereka bakalan betah baca buku setebal ini. Dengan karakter tokoh yang lebih banyak dari buku sebelumnya dan konflik yang lebih complicated pula. Haha...   

Sayangnya aku belum punya sambungannya, Inkdeath.
*masih berharap nemu buku ini di rak buku diskon GM*

February 14, 2015

[review] Opera Indonesia - Joko Santoso HP

0komentar
Kamu sendiri yang selalu mengatakan bahwa tak ada yang abadi dalam politik. Yang ada adalah kepentingan. Kamu dulu adalah musuh mereka. Itu dulu. Sekarang atau besok, bisa saja mereka berkepentingan.- hlm. 70
        Fiksi ringan berlatar dunia politik Indonesia. Ditulis oleh anggota DPR RI periode 2004-2009 bercerita tentang kehidupan seorang aktivis mahasiswa bernama Broto Dimas. Ditulis dengan sudut pandang orang ketiga di dalam cerita. Adalah Jei, si pencerita dalam cerita. Jei adalah sahabat karib Bro semasa kuliah. Hanya saja  kemahasiswaan Jei berakhir dengan status drop out. Sehingga sangat disayangkan Jei tidak bisa lagi ikut aksi dengan alasan, “Aku bukan mahasiswa lagi, Bro”.
Pada dasarnya Bro dan Jei memiliki cita-cita mulia; memberantas korupsi di Indonesia. Cerita dimulai dari Bro yang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Dewan Mahasiswa, terkenal sangat vokal menyuarakan aspirasi rakyat kecil di depan gedung DPR saat peristiwa Malari, sampai akhirnya ia merasakan bagaimana menjadi tahanan militer.
Kisah ini berlanjut tentang bagaimana karir politik Bro di Indonesia dan mewujudkan cita-citanya untuk memberantas korupsi. And you know what? Bro berhasil mencari cara untuk merealisasikan niatnya. Tapi inilah uniknya buku Opera Indonesia. Cara yang ditempuh Bro ketika menduduki posisi RI 1 adalah dengan menyuntikkan chip didalam tubuh semua mentrinya agar semua tindak-tanduk anggota yang langsung berada dibawah prerogatifnya dapat diawasi.
Perpaduan politik dan teknologi. Ringan. Cocok untuk dibaca aktifis maupun mantan aktifis mahasiswa. Meskipun konflik yang ditimbulkan tidaklah terlalu rumit.
Hanya ada dua pilihan bagitokoh-tokoh muda seperti kalian. Jika dianggap sangat membahayakan maka akan disingkirkan. Tapi bisa jadi mereka berharap suatu saaat kalian menjadi kawan. –hlm. 71

@BloggerPalanta on Social Media Sumbar Festival 2014

2komentar
Iya, ini cerita yang lagi-lagi terlambat di post.

Tapi ini nggak seterlambat beberapa postingan yang akan dibikin setelah ini kok #loh. Tujuannya cuma satu. Buat melunasi hutang-hutang postingan. Bisa jadi karena udah ada draft nya, ataupun yang diketik dari nol. 
lagi nunjukin logo Palanta
20 Desember 2014.
Adalah perayaan ulang tahun Social Media Sumbar yang ketiga. Dengan mengangkat tema “ Kita Bermimpi Kita Beraksi” seluruh komunitas yang ada di Sumatra Barat bersatu dan berubah menjadi Power Ranger sepakat mengadakan SMSFest2014 alias Social Media Sumbar 2014, termasuk Blogger Palanta.

bersama Ketua Panitia SMSFest 2014
Ketua Panitianya kan Palantaers juga -_-"
Dengan segala keterbatasan, seperti susah ngumpul, ga ada banner, dan dekorasi seadanya, Alhamdulillah, kita tetep bisa meramaikan acara.

Mading 2.0
Yang special dalam kumpul Blogger hari itu adalah...
bekal siang
     Yep..yep... entah kesambet dari mana aku rela donk masakin temen-temen Palanta. Mungkin lagi rajin sekalian belajar biar makin bisa masak padahal cuma goreng-goreng. Sayangnya foto waktu makan barengnya Cuma ada satu. Itupun ada di handphone aku yang lagi di RS.
Di TKP, ternyata belum rame. Mungkin karena masih siang dan cuaca emang panas banget. Meskipun gitu semua booth udah rame sama anggota komunitas yang ada. Ada Bayu dan Mpu yang bikin rame karena duet openmic nge-MC. SMSFest 2014 jauh lebih meriah daripada yang sebelumnya, karena masing-masing komunitas lebih bebas nunjukin hasil karya, menampilkan bakat, bahkan dikasih kesempatan untuk talkshow dan memperkenalkan kegiatan komunitas masing-masing. Doorprizenya juga lebih banyak. Salute to all the organizing committee. 
rela banget panas-panasan ya om..tante,,
MC
Eh, Blogger Palanta juga dikasih kesempatan talkshow. Dipandu oleh Awin, Palanta ditandem bersama beberapa komunitas yang terkait dengan IT. Ada Google Developer padang, Relawan TIK SumBar, Neotelemetri, dan Android Ranah Minang. Dan ternyata oh ternyata, yang mewakili masing-masing komunitas itu adalah anak Palanta semua J 
ini talkshow apa reuni?

Google Developer, Blogger Palanta, Neotelemetri, RTIK Sumbar, Android Ranah Minang 
Aul jadi narsum buat On-Air di Classy FM




ada ini di bajunya :) 
Acara puncak adalah tiup lilin dan potong kue sambil nyanyi bareng lagu Selamat Ulang Tahun. Sayangnya, lagi-lagi foto moment ini ada di hp yang lagi dirawat L. Map ya pemirsah. Well, dengan acara seperti ini tentunya diharapkan seluruh komunitas yang ada jadi lebih kompak, lebih banyak ngadain acara, dan lebih dikenal oleh masyarakat luas. Mudah-mudahan tahun depan Social Media Sumbar Festivalnya jauh lebih meriah. 

February 12, 2015

[review] The Silkworm-Ulat Sutra - Robert Galbraith

0komentar

Judul : The Silkworm: Ulat Sutra
Pengarang : Robert Galbraith
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2014
Halaman : 536
Rating : 4 of 5 stars
Tiada kecemasan yang tidak berkesudahan melebihi pikiran-pikiran manusia sendiri. – hlm. 35
Alhamdulillah, buku bantal kedua di 2015. 536 halaman.

Entah kenapa aku lebih suka buku kedua ini daripada Cuckoo’s Calling. Mungkin karena kasusnya lebih menarik. Dan mungkin karena modal minjem temen kantor, juga nggak berekspektasi lebih setelah agak kecewa di buku pertama.  

Setelah terkenal dengan kasus Lula Laundry, jasa detektif partikelir Cormoran Strike berkembang pesat.  Strike mendapat banyak klien setelahnya, meskipun pada umumnya adalah kasus-kasus keluarga dan harta kekayaan.

 Di The Silkworm, Strike masih memecahkan kasus pembunuhan, meski nggak straight to the point. Awalnya Strike hanya diminta eh, dibayar untuk menemukan suami yang hilang karena ngambek buku yang dia tulis yaitu Bombyx Mori (nama latin dari Ulat Sutra) batal diterbikan. Agak aneh sebenarnya, karena sang istri yang menyewa jasa Strike tidak terlihat cemas sama sekali. Bahkan sampai cerita berakhir berakhir beberapa tindakannya tidak menunjukkan ekspresi seperti orang pada umumnya berekasi. Seringnya Leonora terlihat santai dan tenang. Setelah pencarian beberapa hari ternyata Owen Quine, penulis Bombyx Mori ditemukan terbunuh menggenaskan di rumah kosong milik Quine dan temannya.

Dengan latar industri penerbitan buku, tokoh yang dimunculkan dalam The Silkworm agak lebih banyak dari Cuckoo’s Caliing. Beberapa penulis, editor, dengan jalan pikiran dan karakteristik masing-masing mewarnai novel ini dalam ulasannya tentang Bombyx Mori sehingga jauh dari kesan monoton. Well, mungkin karena aku memang suka dunia kepenulisan dan penerbitan buku aja kali.
Ya, ada orang yang diijinkan masuk oleh Penulis dalam hatinya. Tapi dalam Bukunya? Itu special. Itu beda. – hlm. 85
Lagi-lagi tidak seperti buku pertama yang menurutku agak membosankan. Strike juga diceritakan mengalami konflik batin dalam hubungan cintanya. Seperti bagaimana dia memulai berhubungan dengan orang baru, sampai tentang Strike bereaksi ketika mengetahui mantan kekasihnya akan segera menikah. Calon suami Robin, Matthew, juga lebih banyak diceritakan dengan konflik yang menarik. And I love how Strike and Robin built their relation.  Cerita-cerita seperti ini buatku menjadi sedikit angin segar setelah membaca bagian-bagian tentang penyelidikan yang memang agak rumit.

Satu kesamaan dengan novel sebelumnya buatku adalah masih tidak bisa menebak siapa pembunuh sebelumnya. Maybe this is the point I like the most. Yaa...tapi tetap aja sih aku masih terganggu dengan transletnya.      

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates