May 28, 2014

[review] Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas

0komentar

Bingung.
Itulah yang bisa aku komentarin setelah buku ini selesai dibaca. Gimana nggak, ngebet banget nyari buku ini berari-hari, sampe bela-belain pulang jogging, belom mandi,langsung ke Gramed, eh nggak ada, mensyen akun @Gramediabooks, balik lagi Malam minggu kesana, sendirian demi dapetin ‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’. Sebegitu banget? Iya! Tergoda dari judul yang ngena banget bahkan direkomendasiin uda @melviyendra, gimana nggak penasaran, tentang apa sih bukunya?
Taunya, tentang burung. Iya, burung.
Burung yang terbang  di langit? Bukan. Tentang burung yang tertidur sangat lama alias impoten.  
Sumpah aku nggak ngerti.
Sepertinya aku belum punya ilmu tentang buku yang seperti ini. Nama Eka Kurniawan ini sebenarnya pernah aku kenal sebelumnya. Cantik Itu Luka  sudah aku baca sejak kelas 3 SMA. Masih jelas dalam ingatan, saat itu pun aku nggak negrti bukunya tentang apa. Yang aku ingat hanyalah tentang seorang gadis, ada mimpinya, ada harimau (kalau nggak salah) pokoknya jelmaan-jelmaan gitu, ada kuburan. Ah, gitu deh. Dan karena aku nggak ngerti maksud dari cerita itu, aku nggak terlalu tertarik lagi.
Eh, ketemu lagi sama Eka Kurniawan di buku ini. Katanya sih buku ini ditulis setelah vakum sekian lama.
Lalu maksud judulnya apa? Entahlah.
Aku Cuma bisa menebak ‘dendam’ dan ‘rindu’ yang dimaksud mungkin karena Eka Kurniawan yang pernah vakum 10 tahun dalam menulis. Mungkin...
‘Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ adalah tulisan di truk milik Ajo Kawir, si tokoh utama. Hal ini pun muncul di sepertiga terakhir cerita. Kemudian, di akhir cerita ketika si burung akhirnya bangun dan ‘sehat’ dengan cara yang tidak terduga, dan ‘berkata’ bahwa dia akan menunggu dengan sabar, sesabar Ajo Kawir yang menunggunya bangun.
Dipaparkan dengan gaya bahasa yang vulgar dan bikin sedikit risih sih sebenarnya. Jadi buat yang gampang ilfeel, mending nggak usah baca deh, apalagi kalau cuma buat nge-judge. Ada banyak tokoh dengan nama yang unik, seperti Tokek yang juga sahabat Ajo Kawir, Rona Merah, perempuan sinting yang menjadi titik ‘kesialan’ Ajo Kawir, Si Kretek, Macan, Iteung, Budi Baik, Jelita, Mono Ompong, , dll.  Penamaan ini juga ada artinya nggak sih? Atau analogi gitu?
Well, I strongly emphasize that I have no idea about the book.
Jadi, ini review apa bukan sih, fhia? Haha..entahlah. kan udah bilang tadi intinya bingung. Aku sendiri akhirnya aku belajar dari sini. Jadi, allowed me to learn it first. Thanks to uda @Melviyendra.  

May 26, 2014

[review] Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah

0komentar

Sejatinya, rasa suka tidak perlu diumbar, ditulis, apalagi kau pamer-pamerkan. Semakin sering kau mengatakannya, jangan-jangan dia semakin hambar, jangan-jangan kita mengatakannya hanya karena untuk menyugesti, bertanya pada diri sendiri, apa memang sesuka itu.
Yeay, Tere Liye lagi!
Kali ini seorang adek komisariat yang katanya baik hati dan ‘elok laku’ (kalem, nggak banyak ulah) meminjamkan begitu saja ke aku. Baik, kan? Namanya Ijek.
Sederhana, Borno. Kau bolak-balik sedikit saja hati kau. Sedikit saja, dari rasa dipaksa menjadi sukarela, dari rasa terhina menjadi dibutuhkan, dari rasa disuruh-suruh menjadi penerimaan, seketika wajah kau tak kusut lagi. Sayangnya itu lebih mudah dikatakan. Praktiknya susah. –Pak Tua (hal. 59)
Sama dengan karangan Tere Liye lainnya; sederhana.

Memang sudah kelebihan Tere Liye sepertinya mengemas kisah-kisah sederhana namun selalu penuh makna. Borno, bujang berhati lurus yang mengalami satu fase disebut jatuh cinta. Tapi...Cinta yang jauh dari kesan murahan. Kepolosan Borno kerap membuatnya bingung dengan yang namanya ‘perasaan’ dan ‘cinta’ sehingga membuat dia sibuk dengan pikirannya sendiri, dengan pertanyaan-pertanyaan yang sering dilontarkan kepada Pak Tua ataupun Andi. Pak Tua yang bijaksana memang tak jarang memberikan ‘kata mutiara’ meski sering juga mengolok-oloknya.
Dunia  ini terus berputar. Perasaaan bertunas, tumbuh mengakar, bahkan berkembang biak di tempat paling mustahil dan tidak masuk akal sekalipun. Perasaan-perasaan kadang dipaksa tumbuh di waktu dan orang yang salah. – Pak Tua (hal. 146)
Pak Tua benar, masa muda adalah masaketika kita bisa berlari secepat mungkin, merasakan perasaan sedalam mungkin tanpa perlu khawatir jadi masalah. - Borno (hal. 164)
Camkan, cinta adalah perbuatan. Nah, dengan demikian, ingat baik-baik, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasancinta. Tetapi kau tidak akan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi - Pak Tua  (hal. 168)
Mei, gadis bermata sendu menawan. Gara-gara angpau merah yang ternyata sengaja ditinggalkan di sepit milik Borno, kisah itu dimulai. Sengan segala lika-likunya, ternyata angpau merah itulah yang menjadi kunci untuk mengkahiri cerita. Mengambil latar di Kapuas, bikin beberapa moment terasa lebih romantis. Coba bayangin nge-date diatas sungai naik sepit berdua. Jadi lebih gimanaaa gitu. Juga ada Sarah, dokter gigi yang ceria dan riang. Bisa dibilang Sarah Adalah ‘pihak ketiga’ dari hubungan mereka.

Aku tetap suka dengan gaya bahasa dan cara pemaparan cerita Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah, meski nggak segreget waktu baca Rembulan Tenggelam Di Wajahmu. Tapi apapun itu, kalau udah tentang cinta, selalu menarik buat diperbincangkan. Daripada cinta-cintaan ala sinetron mending pad abaca ini deh. Nih, bisa dibaca beberapa kata mutiara *ceile* dari sini:
Dalam banyak urusan kita terkadang sudah merasa selesai sebelum benar-benar berhenti.- Pak Tua (44)
Jangan sekali-kali kau biarkan prasangka jelek, negative, buruk, apalah namanaya itu muncul di hati kau. Dalam urusan ini, selalu berprasangka positif. Selalulah berharap yang terbaik. Karena dengan prasangka baik saja hati kau masih sering ketar-ketir memendam duga, menyusun harap, apalagi dengan prasangka negatif, tambah kusut lagi perasaan kau - Bang Togar (Hal. 299)
Nak, perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Bahkan ketik perasaan itu sudah jelas bagai bintang di langit, gemerlap indah tak terkira teta[p saja dia bukan rumus matematika. Perasaan adlah perasaan. – Pak Tua (355)

May 25, 2014

Impulsif itu [kadang-kadang] Perlu

0komentar
Kalau mau jalan-jalan atau bikin acara pernah nggak ngalamin gini:
Semua yang udah direncanain suka tiba-tiba batal, ada aja penghalangnya. Sedangkan yang pas kepikiran meski tanpa persiapan apa-apa malah itu yang jadi.
Sama kayak hari ini. Aku dan adek-adek Komisariat Ekonomi cuma punya rencana pergi 'baralek' eh malah lanjut jalan-jalan ke Pantai Tiram. Tau kan dimana? Itu ada di deket Bandara Internasional Minangkabau. Semacam jalan pintas kalau mau ke Pariaman gitu.
Kayaknya ini jadi kebiasaan deh. Yang mendadak malah jadi.
Emang seringnya gitu, ya?
Apapun acaranya, mau bikin ini bikin itu, pergi kesini pergi kesitu, adain ini adain itu, meskipun udah direncanaain entah kenapa realisasinya suka lama banget baru jadi. Padahal mestinya yang udah direncanai donk yang lebih baik. Well, we know that, yang tinggal adalah eksekusi.
Seringnya muncul pikiran [atau perasaan?] kita takut ini itu, ragu ini itu, nanti bagaimana, dsj deh. Ujung-ujungnya hanyalah sebatas percakapan dan pembahasan. Rencana tinggallah rencana.
Padahal mungkin kalau kita punya sedikit keberanian untuk eksekusi dan nggak kelamaan mikir..bisa aja kali ya. Toh ilmu 'dima tumbuah disinan disiangi'-nya orang Minang bisa dipakai. (Dimana tumbuh, disitu disiangi: Apa yang terjadi nanti ya dicari penyelesaiannya nanti). Untuk hal-hal yang nggak terlalu high-risk ya kenapa nggak kan? Kayak sekedar jalan-jalan dalam kota, adain acara diskusi ataupun kopdar, gitu aja kadang emang habis dalam pembicaraan aja.
Mungkin iya, impulsif itu kadang-kadang perlu. Ya daripada terlalu banyak dipikirin akhirnya nggak dikerjain. Daripada terlalu sering dibahas akhirnya tanpa realisasi. Daripada jadinya nggak jadi sama sekali, yes?
Tapi mesti diinget. Ini ga lantas berlaku mutlak untuk semua hal. Ada banyak juga yang mesti dipikirin mateng-mateng, seperti... nerima lamaran orang. #eeaaaa


P.S: seperti tulisan ini yang langsung dibikin tanpa banyak mikir, tanpa banyak backspace. Lumayan jadinya nggak nunda ide dan bisa nambah postingan  ^_^
So, inilah kita yang beruntung bisa pergi jalan-jalan tadi. Eh, ini yang ambil foto keren ya :) 

May 20, 2014

Mereka Bukan Siapa-Siapa, Mereka 'Cuma' Ngenalin Internet

1 komentar

Setahun lalu, ada sekelompok mahasiswa menghubungi aku dan teman-teman komunitas blogger. Jadi ceritanya, teman-teman mahasiswa ini memenangkan sebuah program pemerintah. Mereka mendapatkan sejumlah dana tapi ppenggunaannya harus dimanfaatkan untuk pengabdian masyarakat. Entah bagaimana ceritanya, mereka memilih kegiatan pelatihan tentang email dan blogging. Makanya kamilah yang diundang untuk mengisi acara. Bertempat di sekitaran kampus, yaitu daerah Kelurahan Limau Manis, Padang, Sumatra Barat, tema kegiatan ini adalah ‘Pelatihan dan Pembinaan Generasi Muda di Bidang IT dalam Era Globalisasi’. Gitu sih yang tertulis di spanduknya J
Tenang, aku nggak akan cerita tentang jalannya acara hari itu. Kalau dilihat sekilas, acaranya memang ‘sekedar’ pelatihan di depan anak-anak sekolahan. Hey, did I mention that before? Iya, jadi peserta pelatihannya adalah anak sekolahan, dari SD, SMP, SMA.
Hanya saja,... saat itu aku sempat dibikin bengong. Apa sebab? Mereka tau dan beberapa bahkan punya facebook, tapi nggak kenal dengan email. Ada juga yang nggak tau bahwa google itu adalah mesin pencari. Yang mereka tau, google itu adalah internet. Buka internet ya buka google. Atau buka facebook. Tapi nggak apa-apalah ya. Paling nggak beberapa dari mereka punya pengetahuan.
Ada hal lain juga sih yang bikin aku mikir sendiri. Acara ini ada di Kelurahan Limau Manis, daerah Batu Busuak tepatnya. Daerah yang beberapa tahun lalu pernah kena banjir bandang dan bikin akses kesana terputus. Itu deket sama kampus, meen! Tempat yang notabene nya banyak kalangan ‘berpendidikan’. Tapi ternyata di dekat kami sendiri, di sekitar kami, belum semua kenal dengan internet.
Oh my goodness.
Itu tugas berat buat aku, temen-temen aku, buat kita, yang ngakunya penggerak komunitas tapi belum gerakin apa-apa. Pun belum maksimal dalam bergerak.
Lihat mereka, temen-temen mahasiswa ini. Mereka mungkin tidak membawa-bawa atribut ‘siapa mereka’ di kampus. Mereka juga mungkin belum tergabung komunitas sosial media apapun. Tapi di mata anak-anak sekolah itu, di mata mereka yang masih lugu, mereka adalah pahlawan. Mereka membawa sesuatu yang baru dan mungkin akan selalu membekas di ingatan setiap peserta pelatihan disana. Dari yang tidak tau blog, jadi punya blog. Dari yang nggak tau email, jadi tau bahwa setiap sign up facebook pasti butuh email. dari yang belum paham manfaat internet jadi mengenal lebih dalam lagi.
Mungkin ini cara Tuhan mengingatkan kita. Tentang saatnya kita ikut berbuat. Membuka mata lebih lebar bahwa di sekitar kita masih ada yang belum melek internet dan justru merekalah yang mestinya kita bantu agar tidak tertinggal oleh dunia yang terus bergerak maju. Membantu siapapun yang telah berbuat.  
Salah satu caranya untuk sekarang dengan berpartisipasi aktif dalam rangkaian acara Pekan Informasi Nasional. Tanpa perlu melihat siapa yang mengadakan acara, tanpa perlu banyak berkomentar.  Ikut meramaikan acara dan memasyarakatkan penggunaan teknologi dalam menggali informasi yang bermanfaat. Tentunya tanpa melupakan fungsi-fungsi kontrol yang ada.              

Iya, mungkin mereka bukan siapa-siapa, tapi mereka berbuat. Hal kecil yang mungkin merubah hidup. Hal kecil yang besar J

Yang Muda Yang Milih, Yang Muda Yang Bangkit.

2komentar
Sudah bulan Mei. Tepatnya udah tanggal 20.
Mudah-mudahan masih banyak yang inget kalau hari ini adalah Hari Kebangkitan Nasional.

Atau mestikah aku ber-su’udzan; jangan-jangan nggak banyak lagi pemuda yang inget tentang hari bersejarah ini. Padahal cuma buat inget aja sih. Belom lagi kalau diminta inget kronologis sejarahnya, memaknai perjuangannya, apalagi mengambil hikmah dari peristiwa itu. Padahal lagi, kita nggak disuruh buat berjuang kayak mereka dulu. Kita mah udah enak. Udah nggak perlu perang, angkat senjata, atau bikin kelompok diskusi diem-diem kayak orang yang pacaran tapi backstreet.

Nggak kayak kita, pemuda di masa itu mesti berjuang untuk memajukan pendidikan. Masa itu lah yang menjadi episode sejarah munculnya kaum terpelajar. Bisa dibilang, berkat mereka kita bisa sekolah, berkumpul, berdiskusi, mencari informasi dengan leluasa sepeti sekarang.

Ya udah sih, past is the past. Yang lalu biarkan berlalu kata orang-orang yang udah move on.
Let’s talk about now.

Dengan tetap tidak melupakan sejarah, bahwa Hari Kebangkitan adalah momen dimana para pemuda pada saat itu adalah generasi pemula dalam memunculkan semangat nasionalisme dan generasi terpelajar, mari kita sedikit menatap masa depan. *cieee*.
Jika kita berdiri di titik 20 Mei 1908, kita saat ini adalah masa depan yang mungkin ingin dilihat para pemuda yang berjuang saat itu. Mungkin kita adalah hasil dari kepedulian mereka dalam membangkitkan pentingnya pendidikan dan semangat nasionalisme. That’s it. Peduli.

Apakah kita, sebagai pemuda masa sekarang, masih punya rasa peduli?
Kita ambil contoh kecil aja deh; Pemilu 2014.
Nope! Kita nggak akan ngobrol tentang siapa menjadi apa di daerah mana.

Sebagai pemuda, ternyata kita menjadi penyumbang yang memiliki persentase cukup besar dalam mempengaruhi jalannya Pemilu. Why? Berdasarkan data dari antara.net.id jumlah pemilih terdaftar terdaftar untuk pemilu tahun 2014 adalah sejumlah 186.612.255 orang dimana 20-30% nya adalah Pemilih Pemula. Pemilih Pemula ini terdiri dari mahasiswa dan siswa SMA yang menggunakan hak pilihnya pertama kali di trahun 2014.  Masih dari sumber yang sama,katanya persentase segitu mencerminkan sekitar 40 juta lebih jumlah suara. Suara segitu banyak bakal berpengaruh donk ya buat kemenangan seseorang atau partai tertentu. Sedangkan menurut info dari rumahpemilu.org, tingkat pertisipasi pemilih terus menurun. Begini, di tahun 1999 ada 93%. Berikutnya di 2004menjadi 84% dan berlanjut di 2009 sebesar 71%.

Bayangkan kalau semuanya kompak buat nggak peduli, terus  barengan nggak ikutan berpartisiapsi dalam pemilu alias golput. Sayang sekali saudara-saudara :( 

Masih berdasarkan data yang ada ternyata jumlah golput dalam pemilu legislatif terus meningkat. Data terakhir tahun 2009, jumlah golput mencapai 39,22%. Apakah yang golput ini berasal dari pemilih pemula, pemilih muda, atau siapa? Aku nggak tau pasti. Tapi paling tidak, dengan gambaran demografis yang menunjukkan jumlah pemuda Indonesia yang tinggi, besar kemungkinan memang kitalah penyebabnya.

Lantas, apa yang bikin kita, baik itu pemilih pemula ataupun pemilih muda, memilih untuk tidak memilih?
Mungkinkah karena banyak yang nggak tau caranya?
Helllooo....hari gini? Ada yang namanya internet buat cari tau.

Masih dari data rumahpemilu.org yang katanya mengutip dari factbrowser.com, Pemgguna Internet di Indonesia tahun 2013 mencapai 72,7 juta jiwa, yang kalau di breakdown lagi berdasarkan usia, 43% nya berumur 18-24 tahun. See? Seumuran dengan pemilih pemula kan?

Atau mungkinkah karena sosialisasi dari pihak yang berkepentingan seperti KPU, lingkungan sekolah/kampus, LSM, komunitas, social media, atau siapapun masih belum secara efektif menyampaikan informasi mengenai hal-hal teknis terkait pemilu? Atau mestikah kita kaji lebih rinci tentang seberapa efektif penyuluhan dan sosialisasi yang telah dilakukan?

Kalau itu, nanti deh ya. Di postingan berikunya aja kali. Kalau disini kepanjangan *kemudian dikeplak*

Yang jelas, hari ini informasi udah menyebar dengan mudahnya di internet. Bahkan sudah ada kelompok-kelompok sosial, ataupun komunitas-komunitas yang dengan sukarela membagi informasi kepada masyarakat. Seperti dalam waktu dekat, bakal ada acara Pekan Informasi Nasional. Sebuah acara yang dikemas untuk meningkatkan pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat terhdap penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

For a god sake, jangan bilang pada nggak tau tentang acara itu?!

Sudah..sudah..beneran kepanjangan jadinya.
Yang jelas, kita masih berdiri di masa sekarang dan sedang menatap masa depan.

Masih ada satu lagi rangkaian acara pesta demokrasi yang akan kita lalui. Masih banyak informasi yang bisa kita kumpulkan untuk ikut andil menuju Indonesia yang (mudah-mudahan) lebih baik.

Apakah kita masih mau menyia-nyiakan hak pilih kita? Atau justru dengan bangga menunjukkan bahwa kita, pemuda, PEDULI!  
 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates