January 29, 2015

[review] Inkheart - Cornelia Funke

0komentar

Judul : Inkheart
Pengarang : Cornelia Funke
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2009
Halaman : 536
Rating : 3 of 5 stars

Lucky me, yang udah lupa jalan cerita di film Inkheart, jadinya bisa membaca buku ini dengan benar-benar santai dan bebas berimajinasi. Malah yang ada aku pengen nonton ulang biar inget lagi. dan lebih beruntungnya buku ini masih di dapat dari hasil ngeborong buku obral Gramedia dengan harga Rp 10.000,- saja. J
Mo dan Meggie, like father like daughter.
Sama-sama pecinta buku, suka bawa buku kalau kemana-mana dan ternyata punya kemampuan yang sama, menghidupkan tokoh-tokoh dalam buku cerita namun menarik apapun dalam dunia nyata sebagai gantinya. Seru, karena Ibu dari seorang anak bernama Meggie harus ‘masuk’ ke dalam cerita Tintenherz –yang sebenarnya adalah judul asli dari novel ini-, meskipun ada salah satu tokoh cerita yang ’keluar’ dan ‘hidup’ di dunia nyata kerap meminta Mo, untuk mengembalikannya ke kehidupan yang sebenarnya. Tentu saja, konflik muncul ketika Capricorn,tokoh utama dalam buku cerita Tintenherz, tidak mau kembali kedalam buku tersebut dan malah ingin membawa ‘seorang teman’ ke dunia nyata.
Aku sendiri mulai merasa ketegangan dimulai ketika Capricorn membakar seluruh eksemplar Tintenherz yang berhasil dia kumpulkan. Namun, ternyata dia menyimpan satu dan memaksa Mo membacakan lanjutan cerita agar Sang Bayangan bisa keluar dan hidup bersamanya. Tak disangka, bukan Mo, tapi Meggie lah yang akhirnya membacakan Tintenherz dengan jalan cerita yang juga tak disangka-sangka oleh siapapun yang mendengarnya.
Ada banyak sudut pandang tanpa adanya dalam pemaparan novel ini sehingga kadang-kadang membuat bingung. Beerapa kejadian juga diceritakan agak kurang dramatis sehingga menimbulkan kesan biasa saja. Misalnya ketika Mo bertemu Resa, yang ternyata adalah Ibunya. Atau ketika Meggie menyaksikan Mo dibawa ke dalam ruangan dihadapan banyak orang untuk membaca kelanjutan cerita Tintenherz.
Tapi aku suka dengan penggambaran rumah Elianor yang bagaikan perpustakaan. Ada buku dimana-mana. Meskipun pada akhirnya Elianor harus menerima kenyataan bahwa semua koleksinya habis dibakar Capricorn.
Akhirnya ada juga buku bantal yang dibaca. Meskipun cuma 536 halaman.  Tinggal baca buku bantal selanjutnya kelanjutannya, Inkspell J  

January 23, 2015

Tentang Kopdar #7thPalanta #latepost

1 komentar
Kue Ulang Tahun Palanta yang ke 7
Lebih baik terlambat daripada nggak sama sekali. Setelah pembahasan panjang di grup WhatsApp, akhirnya diputuskan kopdar Palanta pasca #SMSFest2014 (yang postingannya belom juga aku bikin) bakal diadakan tanggal 17 Januri 2015 di salah satu junk food ayam yang satu lagi.
Bedanya kopdar kali ini diwarnai oleh dua wajah baru, yaitu kak Siska dan Sabli. Sebenarnya mungkin bisa lebih rame lagi. Tapi apa daya, beberapa admin Twitter @BloggerPalanta udah pada sibuk di dunia nyata #eaaa.




Dan Alhamdulillah, kue ulang tahun ke 7 ini dipersembahkan oleh Awin. Makasi ya Win J. Apalagi dikasi kehormatan meski kayaknya ada niat terselubung buat potong kue tanpa pisau dan bagi-bagiin ke masing-masing yang dateng jadi bikin tangan aku belepotan, ya kan!

Tiup Lilin
potong kue pake apapun yang bisa dipake buat motong 
As always, tiap kopdar pastinya ada aja yang diceritain. Dan kemaren itu yang jadi trending topic adalah segala hal yang berbau masa kecil. Mulai dari mainan yang terbebas dari segala jenis gadget, film kartun sepanjang hari Minggu yang bikin betah di depan tv rumah, sampe artis-artis cilik dan lagu yang ‘murni’ anak-anaknya. Ngalur ngidul cerita, eh, tercetuslah ide buat nulis keroyokan. Jadi ceritanya, kayak cerita bersambung gitu, estafet dari satu orang ke orang lain. Ceritanya terserah, meskipun tokoh dan latar belakangnya ditentukan. Gimana jadinya nanti, yaaa..that’s it.
Aku ikutan nggak ya?
#sigh
            Posting ini aja telatnya seminggu. Postingan yang lain juga numpuk. Bingung dedek. 

January 13, 2015

[review] Entrok - Okky Madasari

0komentar

Berjodoh dengan Entrok sebenarnya ada kesan yang special. Bukan hanya karena beli dengan harga cuma Rp 10.000 di Gramedia Obral akhir tahun, tapi juga karena nemu dengan nggak sengaja di rak buku anak-anak. Aku heran deh sama yang narok disana.
Entrok.
BH.
Iya, BeHa a.k.a Kutang a.k.a Bra.
Bukan ini bukan novel jorok. Nggak ada hubungan yang mendalam malah antara judul dengan isi keseluruhan cerita. Entrok hanya diceritakan sedikit di permulaan. Sebuah pengantar yang bagus sebenarnya jika ‘entrok’ dapat dijadikan penyambung dua generasi. Hal ini menjadi poin ‘sayangnya’ buatku. Sayangnya ‘entrok’ Cuma sedikit disinggung. Sayangnya ‘entrok’ modern sama sekali tidak disinggung. Sayangnya, ‘entrok’ menghilang begitu saja.
Menceritakan dua perempuan dari dua generasi dengan dua sudut pandang, Ibu dan Anak. Entrok bercerita dari sejak Marni kecil, yang terobsesi ingin memiliki ‘entrok’, hingga menikah dan memiliki anak, Rahayu.
 Marni tumbuh besar dengan kondisi sulit secara ekonomi. Bahkan membeli ‘entrok’ saja Marni harus rela menjadi kuli angkut di pasar agar mendapat upah berupa uang. Menutup mata dan telinga dari kepatutan pada masa itu, dimana perempuan tidak patut, tidak pantas jika menjadi tukang angkut lebih lagi jika diupah tidak dengan bahan makanan. Marni tidak peduli. Upah duit yang ia terima kemudian dikembangkan, menjadi penjual kebutuhan sehari bahkan menjadi penjual duit itu sendiri.
Rahayu, hidup dengan zaman yang lebih modern. Berkecukupan dan berpendidikan. Namun disinilah konflik Ibu dan Anak dimulai. Tidak hanya menjadi korban dari ‘cap sosial’ akibat pekerjaan Ibunya, Rahayu juga sering mengkritisi kebiasaan sesajen dan bentuk syukur Sang Ibu. Ketidakharmonisan berlanjut hingga akhirnya Rahayu memilih jalan hidup sendiri
Kenyataan budaya disuguhkan dengan sisi feminisme yang kental. Kondisi politik saat itu diceritakan dengan sederhana melalui penggambaran pemilu dari masa ke masa. Hanya saja memang alurnya jadi terkesan lambat. Mungkin karena benar-benar dari Marni kecil, sampai masa tuanya.
Aku sendiri sebenarnya tekecoh. Buku ini tidak seringan yang aku pikir.     

January 07, 2015

Demam 2015 Reading Challenge

0komentar
Tahun baru.
Berarti tantangan membaca yang baru untuk para pecinta baca buku.  Berbagai jenis tantangan mulai berseliweran. Ada yang menantang jumlah buku yang akan dibaca setahun, seperti lazimnya yang ditawarkan Goodreads dalam ajang tahunan ‘Reading Challenge’nya. Ada juga tantangan berupa New Author Reading Challenge, Re-Read, Read Big, daaan masi banyak lagi.




Buat aku sendiri ini adalah tahun keempat untuk mengikuti Reading Challenge tahunan dari Goodreads. Satu-satunya reading challenge yang rutin aku ikutin.


Meskipun sayangnya di tahun 2013 aku nggak bisa nyelesaiin tantangan itu. Mungkin karena di September 2013, aku sudah masuk ke dunia yang berbeda jadi mesti adaptasi sama yang namanya dunia kerja. Ditambah lagi ada off sebulan penuh karena harus mengikuti pendidikan Mental, Fisik dan Disiplin di Secata (Sekolah Calon Tamtama). Bole kali ya nyalahin kondisi, haha. Makanya di tahun 2014 aku mulai nurunin lagi targetnya. Pun pencapaiannya tidak jauh melebihi target.
Dan karena itu juga di tahun ini aku lagi-lagi nurunin target. Why oh why? Just because, i want to move to the next step of my life. Aaaamiiin. (Tolong diaminkan pemirsah!) So, di tahun ini sebagai salah satu Resolusi 25 Tahun juga... I’ve pledged to read 30 books in 2015. 


And...
Challenge Accepted!

Pengen sih, nambah sama Read Big Challenge, tapi..pikir-pikir dulu deh. 


 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates