December 22, 2015

[review] Namaku Mata Hari - Remy Sylado

1 komentar

Judul : Namaku Mata Hari
Pengarang : Remy Sylado
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2010
Halaman : 559 
Rating : 4 of 5 stars
Semua kebenaran yang ada di kulit bumi ini takarannya sementara: ada saatnya manusia menikmati ketawa karena senang, ada pula saatnya manusia mesti membiarkan air matanya tumpah sampai cadangannya habis karena susah. – hal. 113
Hoki lagi.

Buku yang aku dapatkan dari obral buku murah Gramedia, ternyata bagus.

Aku baru tau kalau Remy Sylado adalah penulis Ca Bau Kan. Memang sih, namanya cukup familiar *kemudian ditimpuk*. Ya iyalah dia kan sastrawan Indonesia.  Sepertinya besok-besok aku mau deh beli baca buku karangan dia yang lain. Dan bener ya, semakin banyak membaca, semakin sadar kalau kita banyak nggak taunya.

Namaku Mata Hari.

Mata Hari dengan mata dan hari yang dipisah penulisannya. She is exist? Perempuan Indo berdarah Jawa-Belanda, menikah dengan orang Skotlandia yang pernah ditugaskan ke Indonesia. Coba googling deh, dan memang ada.

Marah yang tepat haruslah berurusan dengan cara bagaimana mengalahkan lawan omong dengan kata-kata terpilih. Biasanya kata-kata yang keluar dari mulut tanpa tertata urutannya, mutunya hanya sama dengan kentut, tak bisa dijadikan senjata dialog. – hal. 133
Agak risih mulanya, karena bagian awal menceritakan ’kebutuhan’ Mata Hari yang tidak biasa bagi seorang perempuan muda. Dan kebutuhan yang tidak biasa inilah yang mengawali rentetan kehidupan seorang Mata Hari sampai akhir hayatnya. Mulai dari kehidupan pernikahan yang penuh drama, menjalani jalan penuh liku untuk mengikuti passion sebagai penari erotis, menjadi pelacur di kalangan militer dan pejabat penting sampai berperan sebagai double-agent bagi Jerman dan Prancis, dua negara pemicu Perang Dunia I.

Banyak informasi yang disampaikan Remy yang pastinya melalui riset yang jelimet. Banyak footnote dan diselingi foto-foto Mata Hari, bikin aku kagum. Gaya bahasa yang beda, karena banyak memakai kata-kata ilmiah popular. Dan dengan senang hati aku buka kamus biar tau artinya.

Katanya sih ini fiksi sejarah. Karena memang ada beberapa fakta yang dibuat berbeda dari riwayat Mata Hari yang sebenarnya. Aku nggak tau pasti sih, mungkin yang berlatar belakang ilmu sejarah lebih paham.

Novel yang cukup menghibur dan menambah pengetahuan.

Uang bisa membeli kesenangan, tapi percayalah uang tidak bisa membeli ketenangan. Ketenangan bisa kau peroleh dengan cuma-cuma, gratis, tanpa biaya, hanya dalam kemauan berdoa dengan khusyuk. – hal 302
Bahwa kata bisa menjadi paripurna ketika akal di kepala dapat mewakili rasa di hati sebaik-baiknya, sebaliknya kata bisa sekedar menjadi kentut ketika hati tidak menguasai akal untuk memilih dan menyusun pikiran dan perasaan denga setepat-tepatnya. – hal 469




December 18, 2015

[review] Wuthering Heights - Emily Bronte

2komentar

Judul : Wuthering Heights
Pengarang : Emily Bronte
Penerbit : Qanita
Tahun : 2015
Halaman : 584
Rating : 3 of 5 stars


Li’l bit boring actually. Kalau ga demi mengurangi timbunan dan ikut Read Big Challenge sumpah males banget nyelesaiinnya. Aku baru menemukan ketertarikan ketika udah memasuki halaman 400an gitu, ketika ceritanya bahkan udah beda generasi. 

Berkisah tentang kisah cinta paling tragis, begitu kata tulisan di covernya. Merupakan salah satu buku sastra wow dalam jajaran literatur Inggris pada abad 19 dan ternyata termasuk karya sastra klasik sepanjang masa.

Berkisah tentang kehidupan keluarga Earnshaw yang tinggal di Wuthering Heights dan keluarga Linton di Thrushcross Grange. Well, dari sini aku baru tau kalau Wuthering Heights ternyata nama sebuah rumah besar di Inggris. Tokoh-tokoh awal cerita ini adalah Catherine dan Hindley, anak dari Mr. Earnshaw, Edgar dan Isabella, anak dari Mr. Linton serta Heathcliff, anak angkat Mr. Earnshaw. Bisa ditebak,kisah cinta ini terjalin antara siapa dengan siapa. Catherine yang awalnya dekat dengan Heathcliff pada akhirnya memilih menikahi Edgar Linton karena lebih terpandang. Heathcliff yang udah tergila-gila sama Catherine, berubah menjadi sosok yang kejam dan penuh kebencian. Ia malah nekat menikahi Isabella dan bertindak kasar ke istrinya. Padahal awalnya Isabella rela kabur demi jadi istri Heathcliff. Hebatnya, kerumitan kisah cinta ini berlanjut bahkan setelah kematian Hindley, Catherine, Isabella, dan terus sampai ke anak-anak mereka.

Kesemua cerita ini dikisahkan melalu sudut pandang orang kedua dalam cerita, yaitu Miss Ellen Dean, pelayan rumah tangga yang menjadi saksi atas kejadian-kejadian dua keluarga tersebut. Di buku ini Ellen bercerita kepada Mr. Lockwood seorang penyewa rumah, yang muncul di bagian awal cerita ini. Mr. Lockwood yang heran karena sikap Heathcliff yang kasar memutuskan untuk kepo dan bertanya-tanya ke Miss Ellen.

Novel ini sebenarnya anti mainstream. Bercerita tentang cinta tapi bahasanya suram dan penuh kebencian. Pokoknya nggak biasa deh. Ditulis oleh Emily Bronte pada tahun 1847 saat berusia 29, yang kemudian meninggal di usia 30. Wuthering Heights jadi satu-satunya buku yang ia tulis. Meskipun begitu, novel ini merupakan generasi awal karya-karya kontemporer.

December 14, 2015

[review] Rindu - Tere Liye

1 komentar

Judul : Rindu
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun : 2014
Halaman : 544
Rating : 5 of 5 stars
Luka fisik cepat sembuh, sedangkan pemahaman baik atas setiap kejadian akan selalu menetap – hal. 53
Sayangnya, lazimnya sebuah pertanyaan, maka tidak otomatis selalu ada jawabannya. Terkadang, tidak ada jawabannya. Pun penjelasannya. – hal. 222
Ringan tapi sarat hikmah.

Aku termasuk orang yang awalnya bingung, kenapa buku ini dikasih judul Rindu. Sempat mikir kalau ceritanya nggak akan jauh dari romantisme sepasang manusia. Eh…taunya lebih dari itu.

Rindu, bukan jenis bacaan yang membuat kita mengerutkan kening atau harus membaca kalimatnya berulang-ulang. Meskipun tebalnya sampai 544 halaman, gaya bahasa yang santai dan sederhana bisa bikin keep turning the pages kok. 

Karena keadilan Allah selalu mengambil bentuk terbaiknya yang kita tidak selalu paham – hal. 373

Bercerita tentang beberapa tokoh dari latar yang berbeda dengan tujuan yang sama, yaitu naik haji. Berlatar di tahun 1930an bikin aku berimajinasi, gimana sih rasanya berangkat haji naik kapal laut yang menghabiskan waktu berminggu-minggu. Ohmy….waktu nyebrang Selat Sunda jaman dulu aja aku mabok laut -_-“. Di atas kapal ini, semua tokoh bertemu, membawa pertanyaan-pertanyaan yang menjadi beban hidup masing-masing. Tere Liye membantu mengingatkan kita tentang pemahaman hidup yang lebih baik. Manusia kan memang begitu ya, butuh untuk terus diingatkan, meski pada hakikatnya pemahaman itu mungkin pernah singgah.
          
Konflik antar tokoh mungkin tidak terlalu menonjol karena sepertinya Tere Liye lebih mengedepankan konflik batin. Sudut pandang orang ketiga di luar cerita menjadi tempat ‘memandang’ paling asik karena kita pembaca jadi bisa melihat tokoh secara keseluruhan meski disajikan dalam potongan-potongan bab yang berbeda.     

          Kayaknya dari karya Tere Liye yang pernah aku baca,  ini yang paling oke deh.

Kita tidak perlu membuktikan kepada siapapun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. – hal. 313
Dan tumben aku bingung mau nulis apa.

Intinya, buku ini pas banget buat bikin kita kembali berpikir tentang diri. Sudah seberapa bijak kita bersikap terhadap takdir? 


Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan tidak pernah basa-basi. Menyapapun tidak. – hal 471

December 08, 2015

Hi There, December

0komentar

Hi there,
Been a long time.
December already. But you’re not ready, yes?
How about your goal(s) on what you call R-25? Seems like everything goes slowly while time flies so fast.
And by this time you have no idea about anything.
You stuck with it. Complicated, I guess.
What will happen with your December? 
 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates