Buku ini sebenernya udah selesai aku baca beberapa minggu lalu, tapi baru
ada kesempatan buat bikin review nya sekarang. (ciee..sok sibuk)
Selama membaca buku ini aku dibikin merinding karena penggunaan
bahasa nya yang indah dan bernilai sastra tinggi. Kita diajak untuk mengenal
Muhammad secara personal karena penggambaran karakter yang sangat kuat. Sosok Muhammad
digambarkan begitu tangguh, namun lembut dan penuh cinta terhadap umatnya. Itu adalah
gambara bagian pertama.
Di bagian kedua, penulis menceritakan tentang pemuda Persia bernama
Kashva yang melakukan perjalanan untuk menemukan kebenaran dan menjawab ketidakjelasan
yang kerap dia disikusikan dengan Elyas, seorang sahabat pena dari Suriah.
Sayangnya kedua bagian ini belum bertemu dalam satu titik, sehingga
klimaks novel ini kurang terasa. Seandainya dibikin titik temunya, baru novel
ini ‘digantung’ dan disambung ke novel keduanya (Para Pengeja Hujan) mungkin
greget dan rasa penasaran pembaca semakin terpancing. Tentunya pembaca tidak akan
ragu untuk membeli buku kedua.
Words on Muhammad:
Pada saat yang tepat, kemerajukan menjadi daya tarik seorang perempuan yang memicu rasa sayang kekasihnya.
~hlm. 71
Apakah selalu seorang lelaki tampak begitu layak dicintai ketika ia
berada dalm titik keberuntungannya, titik kerapuhannya?
~hlm. 95
“…mencintai itu, kadang mengumpulakn segala tabiat menyebalkan dari
seseorang yang engkau cintai, memakinya, merasa tak sanggup lagi menjadi yang
terbaik untuk dirinya, dan berpikir tak ada lagi jalan kembali, tapi tetap saja
engkau tak sanggup benar-benar meninggalkannya.”
~syair Kashva untuk Astu. Hlm 143
Memaafkan barang kali mampu. Tetapi melupakannya? Itu urusan waktu.
~hlm. 151
“Dan…makna hujan adalah?” Kashva mulai tidak sabar. “Wahyu Tuhan,”
jawab Astu setegas karang.
~hlm. 156
Semua persoalan harusnya bisa diselesaikan dengan kata-kata dan
empati. Kekerasan, apapun bentuknya, hanya layak di adopsi bangsa barbar.
~hlm. 191
“Bukankah justru ketidakjelasan dalam hidup itu menjadi alas an agar
kita melakukan segala sesuatu selagi ada waktu? Mengatakan apa yang perlu
dikatakan? Mengekspresikan apa yang ingin kausampaikan?”
~hlm. 219. Kashva kepada Astu.
“tidaklah seorang janda dinikahkan sampai dia dimintai persetujuannya
da tidak pula seorang gadis dinikahkan sampai dia dimintai persetujuannya.”
~hlm. 289 – Rasulullah.
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment