October 25, 2011

Magazimaniac


Magazimaniac
Oleh: Hafizhah

“Pergi bentar ya Ma,”
“Masih hujan, Ni… Bentar lagi aja…” seru Mama dari dapur.
“Tenang aja Ma. Nanti keabisan.”
Runi berlari menembus hujan.
-----
Di dalam kamar, Runi mengeluarkan isi lemari bukunya. Tepat ketika ia membuka lemari bagian bawah, semua isinya tumpah, berjatuhan di pangkuan Runi dan karpet yang terbentang. Seolah tak terjadi apa-apa, Runi berdiri dan membuka lemari bagian atas.
Bruuukkk…
        Dengan sigap Runi berpindah selangkah ke kiri. Ia mengangkat pundak dan dan mngeraskan rahangnya menahan kekagetan. Runi tersenyum memandang apa yang baru saja dilakukannya. Ia melihat seisi kamar yang telah penuh dengan berbagai majalah. Pintu kamar seketika terbuka. Mama. Runi terkesiap. Ia lupa mengunci pintu.
        “Runi ngapa…”
        Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, pandangan Mama beralih ke isi kamar yang sekarang seperti kapal pecah. Kemudian matanya tertuju pada lemari buku besar yang seluruh pintunya terbuka kecuali pintu kaca. Runi terkekeh. Tepat pada saat itu pula ekspresi Mama berubah. Mata Mama membesar dan nafasnya tertahan. Nada bicaranya berubah dingin.
        “Tolong kamu jelaskan apa yang terjadi disini anak muda.”
        “Runi lagi ngerapiin kamar, Ma.”
        “Iya, tapi ini apa?”
        “Mm…mm…majalah…” Runi bingung. Plis deh ma, ini aja ngggak tau, batin Runi.
        “Uang darimana kamu bisa beli majalah sebanyak ini?”
        “Uang jajan ada, tabungan ada, uang ikut proyek dosen ada, upah nulis cerpen juga ada, Ma. Kalau yang ini dibeliin Papa. Nah, yang ini hadiah dari Kak Iim waktu Runi ulang tahun. Kebetulan yang ini ada hadiah langsungnya, Ma. Buku agenda yang Runi pakai waktu tahun dua kuliah. Trus…yang ini…” jelas Runi sambil menunjuk-nunjuk majalah yang berbeda.
        “Udah! Maksud Mama kok bisa sebanyak ini?”
        “Kan udah dari SMA, Ma”
        “Buat apa sih? Buang-buang uang aja! Cuma bikin numpuk di lemari kan?”
        “Yaaahhh…Ma. Aku kan mau kerja di majalah, Ma. Kan seru”
        “Iya, tapi kan nggak harus numpuk-numpukin gini. Sampai penuh gitu lemarinya. Udah nggak muat lagi. Inget dong, kamu tuh udah sarjana. Jangan kayak anak-anak gini deh.” 
        “Kan belajarnya dari sini, Ma” suara Runi melunak.
        “Ah, itu nyampah aja. Udah deh, sekarang lemari bukunya udah nggak muat kan? Kamu ambil kardus sekarang. Masukin yang udah nggak perlu gitu. Simpen aja di gudang. Kalau ada tukang loak Mama jualin aja. Ada-ada aja kerjaan kamu!”
        Mama membalikkan badan, lalu menutup pintu. Runi terdiam.
-----
        Hujan masih lebat. Namun Runi sudah siap dengan payung di tangan kanan.
        “Ma, pergi sebentar ya…”
        “Kemana, Nak?”
        “Emm…5 menit kok, Ma.”
        “Loh? Mama kan nanya kemana. Bukan berapa lama. Kok kamu nggak…”
        Ucapan Mama terpotong ketika melihat Runi sudah berlari keluar pagar. Jantung Mama berdegup lebih cepat. Jangan-jangan…
        Mama buru-buru ke kamar Runi. Tak ada yang berubah. Lebih rapi, batin Mama. Mama memandang sekeliling. Kemudian penglihatannya terhenti pada sesuatu berwarna coklat yang disandarkan ke lemari buku. Kardus yang diambil Runi masih terlipat rapi. Mama mengambil kardus itu dan memutar kunci lemari yang tergantung. Koleksi majalah Runi dari SMA sudah tersusun rapi didalamnya.

0 komentar:

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates