March 27, 2016

[review] Pulang - Leila S. Chudori



Judul: Pulang
Pengarang: Leila S. Chudori
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit: 2014
Cetakan: Keenam, Februari 2015
Halaman: 461
Rating: 4 of 5

C’est la vie et l’histoire de la vie – hal. 257

Setelah hampir setahun buku ini dianggurin, bahkan direlain untuk dibaca duluan sama beberapa adek komisariat karena mereka dirasa perlu membaca buku seperti ini. Entah mana yang aku beli duluan, Amba atau buku ini, aku nggak inget. Yang penting keduanya sama-sama bercerita tentang pergolakan Indonesia tahun 1965. Meskipun bagi aku, Pulang terasa lebih kental dan ‘berisi’.

Saya percaya Allah memberi rizki kepada saya dengan menyisakan speetak ruang kecil di hati hamba-Nya. Dalam sepetak ruang suwung, sebuah gelembung kekosongan, yang hanya diisi antara saya dan Dia, di sinilah saya selalu mencoba memahami apa yang terjadi – hal 34

Adalah Dimas Suryo, seorang eksil yang terpaksa tinggal di Paris. Bersama Nugroho, Tjai, dan Risjaf, mereka bukan hanya tidak bisa pulang, tapi juga tidak lepas dari pengamatan intel. Dimas adalah gambaran generasi pertama yang berhubungan langsung dengan peristiwa perburuan 30 September 1965. Meskipun dari yang aku tangkap, Dimas sebenarnya nggak murni ‘kiri’ hanya karena dia sangat dekat degan Hananto. Toh dia juga sering berdiskusi dengan bang Amir tentang agama dan spiritualitas. Tapi kala itu memang begitu kan. Orang-orang dekat juga menjadi incaran. Well, kisah ini berlanjut hingga Mei 1998, ketika Lintang Utara, anak Dimas dengan Vivienne Deveraux, harus mengerjakan tugas akhir berupa  film dokumenter tentang sejarah Indonesia yang juga berkaitan dengan masa lalu ayahnya.

Kalau sebagian pembaca menyukaai the part of romance in this book, aku malah lebih merhatiin tentang aktivitas memasak di Restoran Tanah Air yang banyak menyebutkan bumbu dapur, bau kunyit dan cengkeh, serta resep ikan pindang yang emang sih nggak terlalu dijelasin. Hal itu yang termasuk bikin aku betah bacanya kali ya. Mungkin naluri emak-emak aku lagi terpanggil.

Hal lain yang bikin aku terpesona adalah ketika Leila membuat tokoh-tokoh dalam novelnya terkesan cerdas karena banyak membaca karya sastra tidak hanya Indonesia, tapi juga dunia. Potongan-potongan puisi yang diselipkan bikin novel ‘kelam’ ini menjadi lebih berwarna.

Meskipun berlatar tentang politik dan peristiwa bersejarah di Indonesia, novel ini tidak lantas melelahkan pembacanya. Tutur bahasanya sederhana dan berhasil bikin aku terbawa dengan santai dalam buku yang sebenarnya cukup membuat ‘berpikir’. Leila tidak hanya memberikan cerita tapi juga wawasan. Hubungan antar tokoh juga kuat dan saling mengisi. Aku juga suka little question ending, antara Alam atau Nara.

Pulang, seperti mengajak pembacanya mendefinisi kata itu sendiri.

Pentingkah kita mencari akar jika sudah menjadi sebatang pohon yang kokoh? – hal. 153


0 komentar:

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates