February 23, 2016

[review] No Sex In The City - Randa Abdel-Fattah



Judul: No Sex In The City
Pengarang: Randa Abdel-Fattah
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: November 2015
Halaman: 416
Rating: 3 of 5

Aku tumbuh dewasa dengan kepercayaan bahwa orang tua tak boleh dilawan; aku putri mereka dan menghormati mereka sebagai orang yang lebih bijak dan berpengalaman. Bukan berarti aku tak pernah bertengkar dan berdebat dan mencoba menggeser keseimbangan kekuasaan, tapi bagiku selalu ada garis—yang diukir rasa hormat, segan dan bersyukur—yang tak berani kulangkahi. – hal. 25
Actually my heart didn’t fit in this book. Ceritanya bikin nggak enak sih, personally. Tapi seru juga kok sebenernya. Mungkin akunya aja yang lagi baper. Tentang Esma, Ruby, Lisa, dan Nirvana, dalam mencari ‘cinta sejati’. Halah. Bukan deh, dalam mencari pasangan hidup tepatnya. Yep, makanya bikin hati nggak enak, hahaha *iykwim*.

Esma dan para sahabatnya mendirikan klub; No Sex In The City, which is mereka sepakat untuk tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Berlatar di Australia, tentu nggak gampang memegang prinsip hidup begitu. Tapi bagi Esma seorang Muslim keturunan Turki, yang katanya nggak terlalu taat dalam mematuhi ajaran agama, ia cukup berani memegang teguh beberapa prinsip dasar kayak begini. Well, I like this point, actually.  Esma, 28 tahun, yang masih menjomblo mesti mengalami hari-hari dimana pastinya keluarganya sibuk dalam hal mencomblangkan dia dengan beberapa ‘anak teman Mama/Papa’. Sebenarnya Esma secara pribadi sih nggak masalah for being alone eh single. Daripada dapet calon yang asal-asalan, gitu. *Sounds familiar, yes? Bedanya, adek Esma, Senem sudah memiliki suami, #eh. Hahaha. #bawaketawaaja #padahaldalemhatinangis*

Lika-liku kehidupan Esma, tidak hanya tentang pencarian Mr. Right, tapi juga tentang kehidupan kantor, persahabatan, dan masalah pelik keluarga yang mesti ia simpan berdua dengan Dad. Setiap konflik yang dialami Esma aku pikir diselesaikan penulis dengan tidak terburu-buru. Beberapa bagian malah berhasil bikin deg-degan.

Cinta selalu ada, bahkan jika cinta itu layu dan tergeletak lemas. Itu bukan hal ideal, tapi itulah kehidupan. Menjaga cinta tetap mekar merupakan hal tersulit di dunia. Cinta membutuhkan perhatian yang tak putus. Ada hari-hari ketika akulah yang harus mempertahankannya. Ada hari-hari ketika ayahmu yang mempertahankan. Tapi itu tidak masalah. Sebab kami sama-sama tahu kami tak akan pernah berhenti mencoba. – hal 351
Konflik dalam buku ini juga tidak hanya berkutat tentang Esma. Dibumbui dengan cerita tentang Nirvana dan Rubi tentang ‘calon’ pasangan masing-masing, bikin pembaca sedikit teralihkan dan sukses dalam hal menjaga rasa penasaran. Berbagai konflik yang ditonjolkan sebenarnya bikin buku ini lebih ‘berwarna’. Meski sayang, cerita tentang Lulu tidak terlalu banyak muncul.

Gaya penuturan ceritanya sederhana dan ringan. Termasuk buku yang cepat selesai dibaca deh. Beberapa statement juga quotable. Sayangnya, aku agak terganggu dengan hasil terjemahannya. Meski masih dalam batas toleransi.

Eh, tapi mesti agak hati-hati sih ya bacanya. Kalau boleh aku bilang, buku ini bermaksud ‘meyakinkan’ kita bahwa kalau mau sabar, penantian tersebut akan sepadan dengan hasilnya. Bukan justru kebalikannya. Karena ada beberapa kalimat yang takutnya bikin orang-orang yang mungkin lagi hopeless, berpikir lebih baik sendiri. It’s note to yourself, too, Fia!

*kemudian galau di pojokan*


0 komentar:

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates