March 13, 2015

[review] Sabtu Bersama Bapak - Adhitya Mulya


Judul : Sabtu Bersama Bapak
Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit : GagasMedia
Halaman : 278 halaman
Cetakan: Kedelapan, 2015
ISBN: 9797807215

Adhitya Mulya, awalnya berasa familiar dengan nama ini. Pas buka Goodreads, baru deh nyadar kalo dia adalah penulis buku Jomblo (Sebuah Komedi Cinta) dan GegeMengejar Cinta. Baru nyadar juga kalau dua buku yang aku sebutkan itu berasa garing and I didn’t rate well enough. Mendadak aku sangsi kalau Sabtu Bersama Bapak bakal bikin aku suka sesuai rekomendasi dua orang temen. Tapi ya mau gimana lagi. Bukunya udah kebeli juga. #halah
    Ternyata eh ternyata, baru beberapa halaman pertama, aku udah nangis dan mendadak kangen Papa! Meskipun tetap dengan joke yang garing di sela-sela percakapan –khas Adhitya Mulya— tapi selalu ada sesuatu yang menyentuh hati.    
Meminta maaf ketika salah adalah wujud dari banyak hal. Wujud dari sadar bahwa seseorang cukup mawas diri bahwa ia salah. Wujud dari kemenangan dia melawan arogansi. Wujud penghargaan dia kepada orang yang dimintakan maaf. Tidak meminta maaf membuat seseorang terlihat bodoh dan arogan.
            Sabtu Bersama Bapak adalah agenda rutin dua orang anak lelaki: Satya dan Cakra untuk ‘duduk’ dan mendengar ‘obrolan’ Sang Bapak. Sengaja diberi tanda kutip, because they did it in different way of ngobrol. Mereka duduk dan ngobrol melalui video yang sudah direkam sejak hari pertama Sang Bapak divonis kanker. Demi rasa cinta dan tanggung jawab membesarkan anak sampai selesai, Sang Bapak rela mengabadikan setiap cerita hidup dan nasihat yang akan berguna sampai anak-anaknya dewasa. Dan hasil rekaman tersebut ditonton Satya dan Cakra di setiap hari Sabtu.
Ada beberapa pelajaran yang berhasil ditanamkan Adhitya tanpa ada kesan menggurui pembaca. Diantaranya pembahasan mengenai sosok Istri yang ideal *cieeeee*, bagaimana cara mendidik anak yang memiliki karakter berbeda-beda, bagaiman peran anak sulung yang selama ini diyakini sebagai sosok cotoh untuk adik-adiknya, juga tentang proses mencari jodoh yang sepenuhnya misteri *eeaaa*.
Menjadi panutan bukan tugas anak sulung, kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah tugas orang tua, untuk semua anak.
       Really recommended. Apalagi buat pria-pria yang sudah ataupun mau berkeluarga. Kayaknya baru kali ini aku suka buku Adhitya Mulya.

0 komentar:

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates