Terima kasih
kepada @penuliscemen yang telah meminjamkan buku ini. Nggak murni minjem juga
sih, tukar pinjam tepatnya. Aku meminjamkan buku Eka Kurniawan, dia meminjamkan
aku ini. Udah lama juga nggak minjem buku ke orang.
Bercerita
tentang pengalaman penulis selama travelling di berbagai negara. Kita dibawa
meloncat-loncat dari suatu tempat ke tempat lainnya. Aku mengira Windy Ariestanty
akan bercerita tentang pengalamannya travelling di Indocina aja, karena itulah
yang disuguhkan di awal bab. Ternyata kita dikasih lebih, nggak hanya Indocina,
penulis juga bercerita tentang pengalamannya selama di Eropa, seperti Prancis,
Jerman, Czech a.k.a Ceska a.k.a Ceko, dan Belanda. Bahkan di akhir bab buku ini
juga ada tambahan cerita jalan-jalannya di Indonesia. Sejujurnya ini bikin
bingung sih, karena ada bebrapa yang flashback dari perjalanan sebelumnya.
Tapi yang
asyik saat membaca buku ini adalah, nggak hanya tentang jalan-jalannya aja.
Menceritakan latar tempat adalah hal biasa dalam novel travelling. Yang bikin
beda adalah penulis juga menyisipkan beberapa pandangan-pandangan terhadap apa
yang dia lihat. Kita jadi tau bagaimana si penulis memaknai nggak hanya setiap
perjalananya, tapi juga semua hal yang berhubungan dengan itu. Mulai dari
berkemas, melihat kearifan lokal, menunggu, bahkan tentang pulang.
Ini yang
berhasil aku kutip, dari novel Life Traveler. Tentang Windy yang melihat
perjalanan lebih dari sekedar jalan-jalan:
Berkemas buat saya tak ubahnya dengan menyisakan ruang kosong lebih banyak agar bisa memuat lebih banyak – hal. 3
Hampir setiap hari kita hidup dalam batasan yang dibuat orang lain, nilai kebenaran yang berlaku umum karena dibentuk oleh lingkungan sosial kita. Perjalanan memberikan kita jeda dari itu, sedikit merdeka dari batasan tadi – Hal. 100
Cinta adalah sebuah perjalanan yang tak bisa ditempuh dalam satu atau dua hari. Tidak juga dalam sebulan atau saru tahun. Tidak ada peta untuk menemukan tempat bernama cinta. Tak ada buku panduan travelling yang bisa menuntun kita kesana. Cinta adalah perjalanan panjang, ia tumbuh tua bersama waktu dan manusia. Dan ia tak pernah benar-benar jauh, selalu memeluk manusia dengan erat. Mengisi celah yang mungkin hanya sejengkal itu. Memberi kita alasan untuk selalu pulang. – hal. 117.
Menunggu memang seperti sebuah jebakan. Bersembunyi di antara sela-sela waktu yang tak terduga. Ketika saya ingin bergegas, ia justru membuat saya harus memelankan langkah. Meminta saya melihat sesuatu dengan lebih jeli. Memberi saya sedikit ruang untuk menarik nafas untuk menikmati apapun tanpa tergesa – hal 233.
Entah di sudut mana, ia meninggalkan kita dalam rasa sesal karena kehabisan waktu. Padahal waktu tak pernah habis. Ia hanya terus bergulir dengan iramanya yang konstan, ia meninabobokan kita hingga lupa untuk bergegas. Kita tertinggal. Sementara ia terus melesat. Saya kerap berpikir, waktu ini seperti makhluk yang tak mau kalah. Selalu ingin jadi pemenang. – hal. 265
Membaca buku
ini membuat aku ingin melakukan perjalanan lagi. Ingin kembali merasakan
sensasi melihat sesuatu yang baru. Tetapi kali ini inginnya menceritakan
lengkap dengan segala detail. Mengamati hal-hal yang mungkin terlewati; moment,
ekspresi, atau sensasi. Merekamnya di otak dan menuliskannya di catatan untuk
kemudian di posting kalau sempat.
Rindu rasanya.
Apalagi setelah memasuki dunia 08-05. Masuk jam 8, pulang jam 5 kalau nggak
lembur. Bukan, bukan berarti aku mengkambinghitamkan dunia yang aku pilih
ini. Aku bersuyukur malahan. Nyari kerja nggak gampang, apalagi dengan
penghasilan yang ’lumayan’ untuk aku yang masih sendiri. And i swear to God, it’s worthed. Hanya karena masih baru dan belum
mengenal cuti, jadi keinginan untuk jalan-jalan ke tempat yang jauh harus
disimpan dulu. Mungkin dimulai dari tempat-tempat di Sumatra Barat aja dulu kali
ya.
Eh, jadi
inget. Ada hal yang mesti aku syukuri. Menjadi mahasiswa selama 5 tahun 7 bulan
membuat aku memiliki kesempatan melihat lebih banyak. Dan itulah yang membuatku
ingin mengalaminya lagi.
Eits, satu lagi. Kita juga
diingatkan untuk ‘pulang’ ke ‘rumah’, setelah melakukan perjalanan.
Home is a place where you feel more comfortable. Home is a place where you can be and find yourself. – hal. 349
Tweet |
1 komentar:
saya paling suka kutipan ttg berkemas ;) bikin saya termenung dan bilang iya itu juga saya rasakan
Post a Comment