Bingung.
Itulah yang
bisa aku komentarin setelah buku ini selesai dibaca. Gimana nggak, ngebet
banget nyari buku ini berari-hari, sampe bela-belain pulang jogging, belom
mandi,langsung ke Gramed, eh nggak ada, mensyen akun @Gramediabooks, balik lagi
Malam minggu kesana, sendirian demi dapetin ‘Seperti Dendam, Rindu Harus
Dibayar Tuntas’. Sebegitu banget? Iya! Tergoda dari judul yang ngena banget
bahkan direkomendasiin uda @melviyendra, gimana nggak penasaran, tentang apa
sih bukunya?
Taunya, tentang burung. Iya,
burung.
Burung yang terbang di langit? Bukan. Tentang burung yang tertidur
sangat lama alias impoten.
Sumpah aku nggak ngerti.
Sepertinya aku
belum punya ilmu tentang buku yang seperti ini. Nama Eka Kurniawan ini
sebenarnya pernah aku kenal sebelumnya. Cantik Itu Luka sudah aku baca sejak kelas 3 SMA. Masih jelas
dalam ingatan, saat itu pun aku nggak negrti bukunya tentang apa. Yang aku
ingat hanyalah tentang seorang gadis, ada mimpinya, ada harimau (kalau nggak
salah) pokoknya jelmaan-jelmaan gitu, ada kuburan. Ah, gitu deh. Dan karena aku
nggak ngerti maksud dari cerita itu, aku nggak terlalu tertarik lagi.
Eh, ketemu
lagi sama Eka Kurniawan di buku ini. Katanya sih buku ini ditulis setelah vakum
sekian lama.
Lalu maksud judulnya apa? Entahlah.
Aku Cuma bisa menebak ‘dendam’
dan ‘rindu’ yang dimaksud mungkin karena Eka Kurniawan yang pernah vakum 10
tahun dalam menulis. Mungkin...
‘Seperti
Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas’ adalah tulisan di truk milik Ajo Kawir, si
tokoh utama. Hal ini pun muncul di sepertiga terakhir cerita. Kemudian, di
akhir cerita ketika si burung akhirnya bangun dan ‘sehat’ dengan cara yang
tidak terduga, dan ‘berkata’ bahwa dia akan menunggu dengan sabar, sesabar Ajo
Kawir yang menunggunya bangun.
Dipaparkan
dengan gaya bahasa yang vulgar dan bikin sedikit risih sih sebenarnya. Jadi
buat yang gampang ilfeel, mending nggak usah baca deh, apalagi kalau cuma buat
nge-judge. Ada banyak tokoh dengan nama yang unik, seperti Tokek yang juga
sahabat Ajo Kawir, Rona Merah, perempuan sinting yang menjadi titik ‘kesialan’
Ajo Kawir, Si Kretek, Macan, Iteung, Budi Baik, Jelita, Mono Ompong, , dll. Penamaan ini juga ada artinya nggak sih? Atau
analogi gitu?
Well, I strongly emphasize that I have no idea about the book.
Jadi, ini review apa bukan sih, fhia?
Haha..entahlah. kan udah bilang tadi intinya bingung. Aku sendiri akhirnya aku
belajar dari sini. Jadi, allowed me to learn it first. Thanks to uda @Melviyendra.
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment