February 16, 2013

[review] Burung-Burung Manyar - YB. Mangunwijaya

Burung-burung manyar tidak merebut betina dari rivalnya, tetapi menerima dan menghormati pilihan si betina. Boleh sedih, membongkar, dan menghempaskan sarang yang dibangunnya dengan susah payah, dengan dedikasi sepenuhnya, dengan hati seluruhnya. Tetapi jantan yang tidak dipilih tetap menghormati kedaulatan pemilihan betina...
... .Tetapi sekali lagi inilah kesulitanku. Aku bukan manyar. (hlm. 262)
I must confess: I never seen this Burung Manyar before. Baru setelah baca bukunya langsung googling (terpujilah Google dengan segala pengetahuan di dalamnya - @deritamahasiswa). Penasaran, penampakannya kayak gimana, sarangnya seperti apa.
Ternyata butuh waktu seminggu buat namatin buku yang terbilang tipis ini. Lagi-lagi sebuah roman sejarah, yang terjadi ketika masa penjajahan Belanda, Jepang, sampai masa kemerdekaan, memaksa memori megingat kejadian-kejadian sejarah yang pernah dipelajari waktu SMP (atau SMA?) kemudian mengimajinasikannya. Gaya bahasa Romo Mangun yang seringnya berfalsafah membuat pembaca berfikir dua kali atau menelusup dalam untuk mencari maknanya, dan banyak ditemukan di bagian ketiga. Meskipun, pemaparan seperti inilah yang cenderung tidak membuat bosan *pandangan subjektif*
Lalu apa hubungan burung manyar dengan tokoh Aku (Teto) dan Atik? Kisah burung manyar baru akan ditemui di bagian ketiga, di saat Atik sidang untuk mempertahankan tesisnya. Itupun hanya satu bab. Namun, setiap potongan ceita dari bagian pertama dan kedua merupakan sebuah pertalian yang membuat analogi burung manyar sebagai kisah cinta Teto dan Atik menjadi make sense. Well, baca aja kalimat pembuka tulisan ini.

Aku termasuk orang yang berharap cinta Atik dan Seta (Teto) akan bersatu. Meski sayang, harapan itu pupus.
Ah, kalau saja Romo Mangun mau membuat Teto ‘sedikt’ berjuang untuk Atik, cerita ini nggak akan berujung tragedi.
Perang tidak bisa dimenangkan dengan emosi. Tetapi perhitungan yang dingin. (hlm. 85)


Aku tidak tahu apakah harus berterima kasih atau mengutuk memori. Ingatan manusia menolong kita belajar mengalami dan membentuk hari depan yang lebih baik, dan kretivitas kita sebagian besar berudik dari sumber-sumber yang hidup; ingatan kita. Bahkan cinta atau benci hanya mungkin bila memori kita hidup. Tetapi justru itulah, segi-segi gelap seperti benci, balas dendam dan bisa juga kekuatan seperti kebimbangan bermunculan. (hlm. 220) 


1 komentar:

penuliscemen said...

kak pinjem bukunya dong.. hehehe

 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates