Judul: The Geography of Bliss: Kisah Seorang Penggerutu
yang Mengelilingi Dunia Mencari Negara Paling Membahagiakan
Penulis: Eric Weiner
Alih Bahasa: M. Rudi Atmoko
Penerbit: Qanita
November 2011, 512 halaman
Buku ketiga yang aku baca selama seminggu
di ruang pengelola saat Latihan Kader setelah Taman Rahasia dan Memilikimu.
Awalnya hanya tertarik dengan
cover yang keren. Tambah lagi merupakan buku terjemahan yang dapet cap ’New York Times Bestseller’. Kemudian aku
melirik bagian belakangnya. Sedikit mengutip:
“Ditulis dengan wawasan yang dalam dan kocak, buku ini membawa pembaca ke tempat-tempat yang unik dan bertemu dengan orang-orang yang, anehnya, tampak akrab. Sebuah bacaan ringan sekaligus memancing intelektualitas pembaca.”
Buku ini berkisah tentang sebuah
memoar perjalanan Eric Weiner yang tengah ‘galau’ menemukan kebahagiaan hidup. Ia
memulai perjalanan dari Belanda, Swiss, Bhutan, Qatar, bahkan Moldova, dll (silahkan
baca sendiri) untuk mencari tahu apa yang membuat masyarakat negara tersebut
bahagia. Kita diajak bertamasya sekaligus berfikir. Semua negara yang dikunjunginya
diceritakan dengan deskripsi latar jelas. Yang paling penting, Eric menuliskan dengan
lugas percakapan-percakapannya mengenai konsep-konsep kebahagiaan dengan
penduduk setempat.
‘Memancing intelektualitas pembaca’
sepertinya menjadi sebuah warning. Karena
memang buku ini mencampurkan ilmu sosial, antropologi, psikologi, dan berbagai
pemikiran tentang fenomena yang terjadi dalam sebuah catatan perjalanan. Hebatnya, Eric seolah mengajak kita untuk
berhenti sebentar, memberi jeda pada kehidupan kita untuk sekedar berfikir
tentang konsep kebahagiaan yang kita miliki dan membandingkannya dengan konsep
dari negara lain. Di akhir perjalanan Eric tidak memberikan jawaban pasti,
karena sepertinya ia membiarkan dirinya, juga pembaca untuk menjelajahi dan menyimpulkan konsep kebahagiaan itu sendiri.
Words
on The Geography of Bliss:
Secara
naluriah, orang Swiss tahu bahwa rasa iri adalah musuh besar kebahagiaan dan
mereka melakukan segalanya untuk menghancurkan rasa iri.
Hlm.
60
Ketika
melanjutkan perjalanan ke Buthan kita harus sungguh-sungguh menahan rasa tidak
percaya. Realitas dan fantasi hidup berdampingan. Kadang-kadang keduanya tidak
dapat dibedakan antara satu sama lain.
Hlm.
116
Rakyat
Bhutan menganggap serius gagasan Kebahagiaan Nasional Bruto, tetapi yang mereka
maksud dengan ‘kebahagiaan’ adalah sesuatu yang amat beda dengan versi wajah
tersenyum bersemangat yang dipraktekkan di Amerika Serikat. Bagi rakyat Bhutan,
kebahagiaan adalah usaha bersama.
Hlm.
126
Semua momen
dalam kehidupan saya, setiap orang yang saya temui, semua perjalanan yang telah
saya nikmati, setiap kesalahan yang saya buat, setiap kerugian yang saya
tanggung adalah bukan masalah.
Hlm.
156
Apa yang
dulu menyenangkan, sekarang tidak lagi. Para psikolog menyebut hal ini sebagai hedonic treadmill.
Hlm.
200
Tidak cukup
uang untuk membeli kenyamanan atau ketentraman Anda, tetapi martabat Anda atau
sedikit diperluas, kehormatan Anda: kekuatan pengendali di dunia Arab.
Hlm.
220
Barangkali
keharusan merupakan induk dari penemuan, namun saling ketergantungan merupakan
induk dari kasih sayang.
Hlm. 232
Di Islandia,
menjadi penulis meruapkan hal terbaik bagi Anda. Orang Islandia memuja para
penulis mereka.
Hlm.
236
Kita menciptakan
kebahagiaan kita dan langkah pertama untuk menciptakan sesuatu adalah
membayangkannya.
Hlm.
247
Apakah
jejak sastra yang keras ini menjelaskan kebahagiaan di Islandia? Saya tidak
yakin. Kecintaan itu memungkinkan anda mengekspresikan keputusasaan Anda dengan
fasih dan itu cukup berharga.
Hlm. 252
Jika Anda
bebas untuk gagal, Anda bebas untuk mencoba.
Hlm.
258
Terkadang
hidup membawa Anda ke suatu tempat.
Hlm 276
Hanya karena
budaya tertentu cocok tidak berarti bahwa kita harus memakainya. Selain itu
tiap masyarakat memrlukan orang-orang yang tidak cocok dengan budayanya.
Hlm.
283
Kebahagiaan
adalah sikap mental Anda dan bagaimana Anda mengejar sikap mental itu
Hlm.
287
Kehidupan
yang baik tentu akan membawa pada kehidupan yang bahagia.
Hlm.
288
Tetapi
jika ada sesuatu yang saya pelajari dalam perjalanan saya, itu adalah bahwa
segala sesuatu jarang sesederhana kelihatannya.
Hlm.
303
Bukan demokrasi
yang membuat orang bahagia, melainkan orang-orang bahagia jauh kebih mungkin
membangun demokrasi. Lalu apa bahan-bahan budaya yang diperlukan agar demokrasi
tumbuh? Kepercayaan dan toleransi.
Hlm.
308
Jepang.
Mereka paham secara naluriah bahwa kesopanan adalah pelumas yang membuat gerigi
masyarakat berputar dengan mulus. Tanpa itu, bagian-bagian mulai saling
membentur dan saling mengauskan.
Hlm.
327
Menjadi
berguna, bermanfaat adalah kontributor kebahagiaan yang tidak terucap
Hlm.
326
Bagaimana
Anda bisa merasa senang dengan diri Anda jika Anda tidak tahu siapa diri Anda?
Hlm.
330
Namun ada
situasi yang berada di luar kendali kita. Anda tidak bisa mengubah hal-hal yang
berada di luar diri Anda. Jadi rubah saja sikap Anda. Saya kira, pendekatan ini
berhasil untuk orang Thailand.
Hlm.
361
Jika Anda
tidak bahagia sebaiknya Anda berhenti mengkhawatirkan ketidakbahagiaan dan
melihat perbendaharaan apa yang Anda miliki dari ketidakbahagiaan Anda.
Hlm.
415
Yang menjadi
persoalan para pemuja hedonis dan kebanyakan orang Amerika yang terus-menerus
mencari kebahagiaan: mungkin kita cukup bahagia sekarang, tapi selalu ada hari
esok dan suatu tempat yang lebih bahagia, kehidupan yang lebih bahagia. Maka semua
pilihan terbuka.
Hlm. 479
Tweet |
1 komentar:
Saya juga suka sama buku ini. Banyak hal yan lucu dan aneh tapi logis yang menjadi alasan untuk merasa bahagia...dan disampaikan oleh penulis dengan bahasa kocak dan cerdas...
Post a Comment