Jemariku sudah beku menulis tentang kamu.
Lelah sebenarnya. Tapi hatiku masih saja menerawang tentangmu. Aku tetap saja
mengeja namamu. Lagi. Jadi biarkan aku memberanikan diri mengganggumu lagi. Bertanya
kamu sedang apa. Kamu. Lagi-lagi kamu.
Kamu yang membuatku menjadi penulis. Memang
bukan penulis berkualitas yang karyanya kemudian diterbitkan di koran atau
dijadikan buku. Aku hanya penulis mimpi-mimpi agar dia abadi. Memang aku takut
tulisan-tulisanku mengganggumu. Karena ternyata aku lebih sering memilih
menulis mimpi ketimbang kamu. Ya sudahlah. Biarkan saja. Toh sudah menjadi
tulisan.
Lalu kamu? Ah, kamu tetap menjadi yang nyata bagiku.
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment