Twitter menjadi suatu hal yang dominan dalam keseharian hidup manusia
belakangan ini. Tua, muda, pelajar, pegawai. Akun penggunanya pun beragam. Motivator,
quote, curhat cinta, kegalauan, apapun. Named it!
Secara otomatis kita ‘berkicau’ atau nge-tweet tentang apa yang kita rasakan, apa yang kita lakukan, apa
yang kita lihat, juga apa yang kita prikirkan terhadap
sesuatu. Saat sedih atau pun senang. Kita bisa teriakkan apa yang ada dalam otak kita
dan membiarkan orang lain membacanya. Kita mendadak
jadi sosok yang terbuka, bahkan kritis . Di satu sisi, ini bagus buat perkembangan budaya timur yang
terkadang masih takut-takut dalam menyampaikan sesuatu. In other words, to say what we really want o say and to be more open in others critics
toward us.
Tapi kadang kita (include Me)
malah menyalahgunakan pemakaian twitter ini. Kita cenderung nge-tweet hal-hal
yang sebenarnya agak kurang penting. Misalnya saja: ‘omg, cakep banget’ atau ‘oh god, I’m on my period’.
Belum lagi tipe RT-Abuser (exclude Me). Pengguna twitter ini tipe
yang (menurut aku) nggak bisa bedain mana yang Reply dan mana yang Retweet. Tepatnya,
mereka yang nggak tau kapan kedua hal yang berbeda ini harus dipakai. Penggunaan
RT ini bikin follower kita bisa membaca semua tweet kita. Terkadang percakapannya
tertuju buat orang lain yang bahkan tidak kita follow atau bahkan tidak ada
sangkut-pautnya dengan kita. Dan tweetnya pun terkadang bukanlah hal yang penting,
bukan tentang pandangan terhadap suatu isu, atau tentang informasi yang mungkin
berguna buat followernya. It’s just
simple chit-chat, sometimes. Nyebelinnya RT ini
adalah ‘nyampah’ di TimeLine. Alhasil, TL jadi penuh sama oknum ini saja. It seems
like everybody have to know what they’re talking about.
Meskipun toh tetap saja apapun yang orang lain kicaukan sebenarnya bukan
urusan kita. Ikuti saja aturan twitterland yang super duper simpel: if you don’t like my tweet, then feel free to unfollow.
It’s just as simple
as that.
Nah, dilemanya datang ketika oknum RT-abuser
ini adalah teman sendiri. I did unfollow
someone, actually. Cuma karena dia sering nge-RT dan bikin TL penuh sama
dia aja. And, in reverse, I’ve been
unfollowed by some other. One of my friend. For worse, I’ve
been blocked. Sampai saat ini aku nggak tau apa penyebab pastinya. Banyak sih
asumsi yang seliweran di otak. Tapi, hati ngingetin buat nggak usah berprasangka. Takut dosa. Meski
sempat penasaran, otak akhirnya memutuskan buat nggak peduliin hal itu.
Well, in the twitterland I have to have the big heart and said, ‘oh okay, it’s
okay to unfollow me if you dislike my tweets.
*lagi-lagi nemu di blocknote, tanpa tanggal.
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment