Magazimaniac
Oleh: Hafizhah
“Pergi bentar ya Ma,”
“Masih hujan, Ni… Bentar lagi
aja…” seru Mama dari dapur.
“Tenang aja Ma. Nanti keabisan.”
Runi berlari menembus hujan.
-----
Di dalam kamar, Runi mengeluarkan
isi lemari bukunya. Tepat ketika ia membuka lemari bagian bawah, semua isinya
tumpah, berjatuhan di pangkuan Runi dan karpet yang terbentang. Seolah tak
terjadi apa-apa, Runi berdiri dan membuka lemari bagian atas.
Bruuukkk…
Dengan sigap
Runi berpindah selangkah ke kiri. Ia mengangkat pundak dan dan mngeraskan
rahangnya menahan kekagetan. Runi tersenyum memandang apa yang baru saja
dilakukannya. Ia melihat seisi kamar yang telah penuh dengan berbagai majalah.
Pintu kamar seketika terbuka. Mama. Runi terkesiap. Ia lupa mengunci pintu.
“Runi ngapa…”
Belum sempat
menyelesaikan kata-katanya, pandangan Mama beralih ke isi kamar yang sekarang
seperti kapal pecah. Kemudian matanya tertuju pada lemari buku besar yang
seluruh pintunya terbuka kecuali pintu kaca. Runi terkekeh. Tepat pada saat itu
pula ekspresi Mama berubah. Mata Mama membesar dan nafasnya tertahan. Nada
bicaranya berubah dingin.
“Tolong kamu
jelaskan apa yang terjadi disini anak muda.”
“Runi lagi
ngerapiin kamar, Ma.”
“Iya, tapi
ini apa?”
“Mm…mm…majalah…”
Runi bingung. Plis deh ma, ini aja ngggak
tau, batin Runi.
“Uang
darimana kamu bisa beli majalah sebanyak ini?”
“Uang jajan
ada, tabungan ada, uang ikut proyek dosen ada, upah nulis cerpen juga ada, Ma.
Kalau yang ini dibeliin Papa. Nah, yang ini hadiah dari Kak Iim waktu Runi
ulang tahun. Kebetulan yang ini ada hadiah langsungnya, Ma. Buku agenda yang
Runi pakai waktu tahun dua kuliah. Trus…yang ini…” jelas Runi sambil
menunjuk-nunjuk majalah yang berbeda.
“Udah! Maksud
Mama kok bisa sebanyak ini?”
“Kan udah dari SMA, Ma”
“Buat apa
sih? Buang-buang uang aja! Cuma bikin numpuk di lemari kan?”
“Yaaahhh…Ma.
Aku kan mau
kerja di majalah, Ma. Kan
seru”
“Iya, tapi kan nggak harus
numpuk-numpukin gini. Sampai penuh gitu lemarinya. Udah nggak muat lagi. Inget
dong, kamu tuh udah sarjana. Jangan kayak anak-anak gini deh.”
“Kan
belajarnya dari sini, Ma” suara Runi melunak.
“Ah, itu
nyampah aja. Udah deh, sekarang lemari bukunya udah nggak muat kan? Kamu ambil kardus
sekarang. Masukin yang udah nggak perlu gitu. Simpen aja di gudang. Kalau ada
tukang loak Mama jualin aja. Ada-ada aja kerjaan kamu!”
Mama
membalikkan badan, lalu menutup pintu. Runi terdiam.
-----
Hujan masih lebat. Namun Runi sudah siap
dengan payung di tangan kanan.
“Ma, pergi
sebentar ya…”
“Kemana,
Nak?”
“Emm…5 menit
kok, Ma.”
“Loh? Mama kan nanya kemana. Bukan
berapa lama. Kok kamu nggak…”
Ucapan Mama
terpotong ketika melihat Runi sudah berlari keluar pagar. Jantung Mama berdegup
lebih cepat. Jangan-jangan…
Mama
buru-buru ke kamar Runi. Tak ada yang berubah. Lebih rapi, batin Mama. Mama
memandang sekeliling. Kemudian penglihatannya terhenti pada sesuatu berwarna
coklat yang disandarkan ke lemari buku. Kardus yang diambil Runi masih terlipat
rapi. Mama mengambil kardus itu dan memutar kunci lemari yang tergantung.
Koleksi majalah Runi dari SMA sudah tersusun rapi didalamnya.
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment