Judul: Tempat Paling
Sunyi
Pengarang: Arafat Nur
Penerbit: Gramedia
Pustaka Utama
Tahun terbit: Juni
2015
Halaman: 328
Rating: 3 of 5
Judulnya.
Itu yang membuat aku tertarik untuk membelinya. Selain karena tambahan
keterangan di sampul: Peraih Khatulistiwa Literary Award 2011.
Ada
kesan tersendiri dari Tempat Paling Sunyi buatku. Buku ini yang secara special menjadi
teman perjalanan jauh pertamaku dalam mencari kesunyian terselubung. Meskipun nggak
sengaja memilih buku yang terbilang tipis buatku, maksudnya sih biar bisa
selesai dibaca selama di pesawat saja.
Kesan
pertama yang aku tangkap begitu selesai membaca; buku ini unik.
Siapa
sangka buku ini berisi tentang cerita cinta. Cinta dalam rumah tangga. Tentang
pergolakan batin seorang Mustafa, yang sering cekcok dengan istrinya, Salma,
yang menemukan seseorang lainnya yaitu Riana, karena sikap Salma yang ‘nggak
banget deh’ untuk jadi seorang istri. Well,
it seems I have to remember and pray not to be like her in the future,
eeaaa. Mustafa, yang sebenarnya juga membutuhkan tempat sunyi dan tenang untuk
dapat menyelesaikan novel yang ingin ia tulis dengan judul Tempat Paling Sunyi
ini.
Dengan
latar peperangan dan pemberontakan Aceh yang menurutku tidak terlalu kentara, Mustafa
berjuang mati-matian dalam berbagai hal. Mulai dari bertahan dengan Salma yang
menurutnya bodoh dan sering mengganggu konsentrasi menulis, berjuang
menyelesaikan naskah, entah itu ketika bersama Salma ataupun Riana, berjuang
mendapatkan bahan bacaan hingga ke Medan untuk referensi dan inspirasi novelnya,
hingga berjuang menyebarkan novel yang ‘akhirnya’ naik cetak ke orang-orang
sekitarnya, karena pada masa itu orang-orang masih tidak peduli dengan novel
manapun.
Yang
mencengangkan adalah ternyata cerita tersebut bukan diceritakan oleh Mustafa. Penggunaan
aku memang sempat meragukan, karena Mustafa juga kerap memakai kata aku. Aku,
pun bukanlah sosok ketiga di luar cerita. Ketika Mustafa sudah meninggal, Aku muncul
dengan sangat dominan. Aku, akhirnya menjadi tokoh penting berikutnya. Selain karena
dia juga penulis yang ‘mirip’ dengan Mustafa, dialah yang bersikeras untuk menemukan
cetakan novel Tempat Paling Sunyi sudah nggak ada lagi dimana-mana. Aku
jugalah, yang mencoba menelusuri kembali catatan-catatan dan buku-buku bacaan
Mustafa ketika menulis novel itu. Bahkan Aku mulai tertarik dengan Riana dengan
cara yang mirip dengan Mustafa. Aku seolah-olah menjadi tokoh yang hidup dalam
Mustafa. Meskipun alurnya agak lambat, ketika udah sampe bagian akhir aku malah
penasaran bin nggak sabaran.
Kalau
dilihat dari ide cerita sebenarnya mungkin biasa aja ya. Namun cara penyajian
Arafat Nur bikin beda.
Oya,
aku perrcaya setiap orang perlu tempat paling sunyi dalam hidup.
Tweet |
3 komentar:
Baca review nya jadi bikin penasaran ni sama Aku nya..
#siapsiaphemat
Greattt... lanjutken
wah thanks reviewnya jadi penasaran membacanya
Post a Comment