|
Touch Down! |
Waktu itu, Februari
2016.
Setelah
masa peak season yang penuh
perjuangan, dimana dua bulan terakhir menghabiskan sebagian besar waktu di
kantor, akhirnya aku bisa sedikit bernafas lega. Lebih lega lagi setelah melihat
payslip hasil lembur akhir tahun yang
cetar membahana. Sudah saatnya memberi reward
untuk diri sendiri: Jalan-jalan!
Nggak
butuh waktu lama untuk menjadikan Siem Reap sebagai destinasi liburan. Ketika
itu masih di kantor sekitar jam 9 malam, sehari sebelum bom Jakarta, aku nyambi
buka situs penerbangan, pilih-pilih jadwal dan tiket promo, lalu klik, beli.
Mungkin karena kode internasional bandaranya yang menarik hati #eh. Mungkin juga
akibat suasana hati yang nggak jelas bercampur kecewa karena batal ke Borobudur
bareng uni untuk mengejar sunrise.
Siem
Reap, Kamboja, mungkin bukan tempat yang bakalan dilirik orang-orang pada umumnya kalau
mau liburan ke luar negri. Mau liat apasih? Nggak banyak juga kok. That's why, kalau cuma punya waktu 3 hari 2 malam di Siem Reap, cukup kok.
Ada
Angkor Wat, salah satu UNESCO World
Heritage Site. Disana juga jadi tempat syutingnya Angelina Jolie waktu jadi
Lara Croft di Tomb Raider. Angkor Wat ini gede banget. You may googling it, please. Siapa
sangka, Siem Reap justru lebih terkenal daripada ibukota negaranya sendiri,
Phnom Penh.
|
form kedatangan |
Singkat
cerita, hari yang ditunggu tiba. Semua sudah disiapkan. Udah blogwalking, ngumpulin berbagai informasi
yang mungkin berguna nanti, bahkan udah tanya ini itu juga ke senior SMA yang
sebelumnya pernah kesana buat lomba maraton (what?). Aku hanya perlu nyiapin tiket pastinya, bukti booking penginapan di Siem Reap, bukti booking penginapan di Capsule by Container Hotel (karena aku mesti nginep di bandara KLIA2 yang namanya sekarang
berubah menjadi LCCT sebelum pulang ke Padang) koper setengah kosong, dan USD,
karena dollar Amerika adalah mata uang yang dipakai disana. Oya, nggak ada
perbedaan waktu dengan Indonesia bagian barat. Jadi nggak perlu bingung
mengatur jadwal penerbangan. Hanya mesti sedikit aware ketika mesti transit di Kuala Lumpur yang lebih cepat 1 jam.
Sampai
di Siem Reap, aku mesti mengisi arrival
card. Sebenernya ada dua sisi kertas, arrival
dan departure. Sisi kartu kedatangan bakalan
disobek sama petugas imigrasi sedangkan departure card akan ditempelin ke
paspor. Inget, jangan sampai hilang, karena kartu ini bakalan diambil ketika
kita akan meninggalkan negara mereka. Biasalah ya, prosedur umum ketika sampai
ke negara orang. And the good news to get
in here is, bebas visa!
|
tuk-tuk ala Kamboja |
Hal pertama yang kepikiran ketika sampai di
penginapan sekitar jam 4 sore adalah cari makan. Menemukan makanan halal di sini
memang rada susah. Untungnya, penginapan yang aku pilih terletak dekat dari
pusat keramaian. Pilihannya hanyalah restoran India yang berlogo halal (karena
ada juga yang nggak pakai logo), kebab Turki yang penjualnya Muslim, atau KFC!
Yessss… KFC di Siem Reap ada logo halalnya, kok. Karena nggak terlalu banyak
pilihan, harga makanan halal cenderung jauh lebih mahal dibanding yang lain.
Bahkan, foodtruck penjual bir dan
minuman beralkohol lainnya pun lebih banyak ketimbang yang jualan jus buah.
Harganya pun jauh lebih murah. Mbok ya murah pun nggak akan aku beli toh.
|
Amok |
Detinasi
pertama aku di Siem Reap adalah Pub Street dan Night Market yang terkenal
dengan kehidupan malamnya. Dibilang begitu, karena emang merupakan pusat
perbelanjaan, kuliner, fish spa dan
tempat turis-turis nongkrong yang bakalan baru ramai dari sore sampai malam. Atau sampai pagi,
nggak tau juga. Aku nggak sampe tengah malem juga sih ngider-ngidernya. Jadi asiknya,
nggak perlu panas-panasan belanja. Jadwal keliling candi kota pun nggak
terganggu dengan jadwal belanja. Nggak perlu ditanya, setelah selesai makan,
aku langsung bersemangat untuk,.. belanja!
|
Pub Street |
|
ala ala anak gaul Pub Street |
|
Night Market |
|
Art Center Night Market |
|
anak gauk Pub Street beneran |
Seru kan, baru sampai
udah langsung beli oleh-oleh.
Serunya
belanja disini adalah pedagangnya yang lancar berbahasa Inggris. Nggak hanya
pedagang, tapi juga tuk-tuk drivernya. Mungkin karena Siem Reap memang sangat
ramai dengan wisatawan, mau nggak mau penduduk setempat mesti bisa bahasa
inggris walaupun sekedar tawar-menawar harga dan kalimat rayuan “Balilah
Da…Balilah Ni…”
Puas
belanja dan cuci mata, aku pesen tuk-tuk buat nganterin balik ke penginapan
sekaligus booking drivernya untuk seharian di Angkor Wat
besok. Seharian means, dari sebelum
subuh masih demi melihat sunrise,
ngider dari satu candi ke candi lainnya sampai sore dan balik ke penginapan
lagi. Tarif tuk-tuk pada dasarnya sih standar. Untuk perjalanan dekat, seperti
dari penginapan ke Pub Street, aku ‘cuma’ bayar $2. Padahal ya, kalau naik
angkot itu udah 4 kali bolak balik. Sedangkan untuk seharian di Angkor Wat aku
mesti bayar $20. Seharga carter avanza, yes?
Namun, sangat disarankan untuk nanya ke pihak hotel untuk tau berapa kisaran tarif
biar nggak dikibulin dan bisa tawar-menawar.
|
toko cemilan khas Kamboja |
|
tembikar dan kerajinan tangan |
|
bekas karung semen! |
Hari
kedua di Siem Reap.
Meski
harus melawan ngantuk, aku rela berangkat menuju Angkor Wat jam setengah lima
pagi. Biar nggak terlambat dan nggak kelamaan antri, kata tuk-tuk drivernya.
Selain itu juga mesti rela shalat subuh di tempat yang aku pikir layak, karena
aku nggak tau disana ada mushalla atau nggak. Setelah shlat, baru deh aku
ngantri buat beli daily pass seharga
$20. Lumayan juga. Itu baru harga buat seharian keliling candi. Apalagi tiket
untuk 3 hari atau seminggu. Lebih mehong lagi. Bahkan kalau nggak salah, aku
baca di twitter, harga tiket masuk Angkor Wat sekarang udah naik. Oya, jangan lupa senyum, karena untuk
mendapatkan kartu tanda masuknya, kita mesti difoto!
|
antri! |
|
batal sunrise di Borobudur, Allah kasih kesempatan sunrise-ing disini |
|
memasuki areal Angkor Wat |
|
Angkor Wat tampak belakang |
|
istirahat dulu |
|
salah satu spot favorit buat yang mau ngambil foto sunrise |
|
Bayon Temple |
|
Elephant Terrace |
|
bagian depan komplek Ta Phrom Temple |
|
candi dulu trus pohonnya tumbuh atau pohonnya tumbuh duluan baru candi dibangun? |
|
Fia Croft! |
Berhubung
Angkor Wat ini luas banget, nggak semua sudut bisa dijelajahi. Lumayan gempor
juga kaki. Supaya bisa menghemat waktu juga karena nggak hanya Candi Angkor ini
yang menarik. Ada Bayon Temple dan Ta Phrom Temple. Sebenarnya masih banyak
komplek-komplek candi yang bisa dikunjungi. Hanya saja, jarak antara satu candi
ke candi lain itu cukup jauh (that’s why
we need tuk-tuk), aku udah keburu laper. Mengingat aku cuma berbekal
sarapan seadanya dan itupun disambi selama ngider-ngider Angkor, aku memilih
kembali ke pusat kota. Why? Selain
karena udah ngabisin waktu sampe sore, di kawasan Angkor aku nggak nemu makanan
halal. Mas tuk-tuknya sih sempat nganterin ke salah satu tempat makan yang
katanya nyediain makanan halal. Sayangnya, disana juga jual pork. Duh.
Maka jatuhlah pilihan ke
restoran India lagi.
Sepanjang
perjalanan sebelum menuju restoran, aku sempat melihat outlet Madam Sachiko
Cookies. Letaknya nggak jauh kok dari pusat kota. Tergoda untuk kesana, aku
minta sama Mas tuk-tuknya untuk nganterin kesana. Untung dapet Mas tuk-tuk yang
baik sih. Dia rela nungguin aku makan dulu, kemudian balik lagi biar aku bisa foto
beli kue.
Madam
Sachiko Cookies menjual kue kering yang berbentuk Angkor Wat. Tenang, ada label
halalnya. Selain itu, di sana juga jualan souvenir, kopi dan the khas Kamboja,
juga rempah-rempah. Sayangnya, harga kue dan souvenir disini lumayan mahal. Sekotak
cookies isi 20 dihargai $10. Nggak apa-apa
deh ya dibeli sekotak, daripada nyesel nggak nyobain.
|
cetakan kue Angkor Wat |
|
souvenir khas Siem Reap |
|
menu makan malam: kebab Turki |
Hari
Ketiga di Siem Reap
|
Artisans D'Angkor |
Hari
terakhir. Untungnya flight pulang ke Kuala Lumpur masih nanti siang. Aku masih
bisa nyempetin untuk berkunjung ke Artisans D’Angkor. Merupakan pusat kerajinan
dan tenun khas Kamboja, yang terbuka untuk umum. Ketika kita kesana akan ada guide yang bakalan nemenin kita
melihat-lihat sekaligus menjelaskan proses pembuatan kerajinan, mulai dari
patung yang dipahat dari kayu dan batu, lukisan, dan tenunun khas Kamboja yang
dipintal dari ulat sutra. Selesai ngider, rombongan tur dianter ke galeri,
tempat kita bisa membeli hasil kerajinan tersebut. Harganya tentu beda dengan
barang-barang yang udah aku beli di Night Market. Ada harga ada kualitas donk
ya. Namun, saking mahalnya, aku cuma sanggup beli pembatas buku seharga $2 dan 2
buah syal untuk aku dan uni. Harga syalnya nggak usah disebut deh, hihi.
|
ini gaya doank |
|
berhubung nggak boleh foto di dalam galeri, foto di luar aja |
|
belanjaan paling mahal :) |
Sebelum
kembali ke hotel, aku memutuskan untuk beli makan siang dulu. Daripada kelaparan
di bandara. Demi menghindari masakan India lagi, akhirnya kau ke KFC. Yeay! Alhamdulillah,
rasa nasi dan ayamnya masih cocok di lidah. Plus telur dadar pula.
Kembali
ke bandara, aku pilih menyewa jasa airport
shuttle dari pihak penginapan. Biar nggak repot. Dipikir-pikir sih daripada
susah nyari taksi. Kan koper yang tadinya setengah kosong kini sudah beranak
pinak.
1 komentar:
Huaaaa.. Kambojaaaa.. Keren banget bisa ke sana! :D
Tapi makanan halal di sana gak terlalu banyak ya. Tetep lah kaepci jadi andalan :3
Post a Comment