When Wefie is a must |
Berawal
dari pesan whatsapp seorang teman
yang bekerja di salah satu media kota Padang. Dia mengabarkan bahwa salah satu
kedai kopi di kota kami akan mengadakan acara, sebut saja #LEMBARimbun, yang
akan menghadirkan Eka Kurniawan. Surprise!
Siapa sangka kota kecil ini bakal kedatangan penulis se-hitz dia. Padang gitu
lho, yang notabenenya sering ketinggalan ini itu. XXI aja belum baru mau
ada. Oke, ini nggak ada hubungannya.
Eka
Kurniawan bukan termasuk salah satu deretan penulis favorit aku, meskipun
hampir semua karyanya aku beli, baca, dan bahkan selalu aku ulas di sini. Hanya
saja, tulisannya sudah aku kenal sejak SMA hasil dari minjem buku perpustakaan;
Cantik Itu Luka.
Eka
pernah meninggalkan kesan mendalam karena isi novel yang sulit dimengerti,
aneh, dan penggunaan bahasa yang cukup vulgar untuk aku, gadis SMA yang masih
polos dan lugu kala itu. Nama Eka Kurniawan muncul kembali, ketika novel
terbarunya keluar dengan judul yang… you
may say, bikin jleb; Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. Tanpa mikir
panjang, aku langsung beli. Begitu juga dengan karya-karya lain yang meskipun untuk
membacanya, butuh perjuangan untuk mengerti. You
may try to read O. Bisa juga kalau mau yang ‘sedikit’ ringan ada Lelaki Harimau, novel yang masuk nominasi Man Booker Prize 2016 di London. Juga ada
kumpulan cerpen, masih dengan judul yang bikin baper; Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi.
Yang
bikin aku tertarik dari acara yang diadakan di Rimbun Espresso & Brew Bar
Padang, bukanlah karena tema diskusinya: “Menulis, Untuk Apa?”. No, I don’t want to write a book at this
moment. Currently, I’m just enjoying my life as an employee who have enough
money to buy book(s), hihihi. I just
want to meet him. Selayaknya bertemu penulis yang aku pernah baca bukunya,
dan aku suka bukunya. Apalagi setelah namanya sering disebut-sebut waktu
Indonesia jadi tamu kehormatan di Frankfurt
Book Fair 2015. Itulah kenapa aku rela malem-malem kesana, ditemani Emen dan
Dedet.
Nggak
taunya, kedai kopi imut itu rame dibanjiri pengunjung yang juga mau ikutan
acara ngobrol bareng. Awalnya kami kehabisan tempat duduk. Ternyata, emang
dasar rejeki anak shalehah, ada pemuda, entah siapa, belongs to Rimbun, kenal sama Emen dan Dedet. Dia kemudian nawarin kami
duduk di backstage, alias dareah di bagian belakang, alias dipunggungin
pembicaranya. Kita bertiga langsung mengangguk semangat. Aih, kalian berdua
emang selebtwit Padang ya :).
dipunggungin |
Selanjutnya,
mengalirlah obrolan malam itu. Beberapa hal yang sempat aku tangkap tentang menulis
bagi seorang Eka Kurniawan:
-
Menulis itu campuran imajinasi,
pengetahuan, dan lingkungan sosial.
-
Menulis, seperti hamnpir yang dilakukan
semua orang di dunia, adalah mencatat, agar tidak lupa, agar tidak dilupakan.
-
Menulis adalah untuk menyampaikan
sesuatu, mentransfer pengalaman dan ilmu dari satu orang ke orang lain bahkan
dari satu generasi ke generasi lain.
-
Menulis untuk berbagi dan berdialog.
meet and greet |
Memasuki
sesi tanya jawab, aku menjadi penanya terakhir dengan pertanyaan paling banyak.
Iya donk, mumpung ketemu. Tiga hal yang aku tanya adalah tentang sosok
perempuan bagi Eka Kurniawan, karena setiap tokoh perempuan di bukunya adalah
sosok yang kompleks; buku siapa aja yang dia baca dan sekliagus direkomendasikan
untuk kami baca; dan terakhir gimana cara memahami apa yang sudah dia tulis. As I told you, I’m not smart enough to
understand his book. Kadang aku bingung menafsirkan, apa sih yang ingin
disampaikan dari cerita-cerita dia yang membingungkan. Pertanyaan pertama
sebenarnya terinspirasi dari percakapan dia dengan M Aan Mansyur, yang sebelumnya
pernah aku baca dari link di kicauan
@hurufkecil. Entah kapan, aku nggak inget. Pertanyaan terakhir dijawab dengan simple;
yang ingin disampaikan ya apa yang sudah kamu baca. Itu saja.
makasi Det, udah ambilin foto 'candid' ini |
minta tanda tangan, boleh ya? |
Begitulah. Malam itu,
12 Agustus 2016.
Ternyata besoknya Eka
Kurniawan mengisi acara seminar sastra tingkat nasional di perpustakaan daerah.
Done! |
Tweet |
1 komentar:
Duh senengnya bisa ketemu langsung sm penulisnya. Minta tanda tangan di bukunya. Plus foto bareng😀
Post a Comment