|
Capsule by Container Hotel di Level 1 LCCT |
Tinggal
di daerah yang nggak punya penerbangan langsung kalau mau jalan kemana-mana,
emang mesti pinter-pinter nyusun jadwal. Apalagi kalau pilihan penerbangannya
nggak banyak dan nggak ada connecting
flight. Seperti kalau kamu tinggal di Padang. Eits, tapi bukan berarti ini
perjalanan jauh nggak bisa ditempuh ya. Hanya saja, kita jadi mesti pinter
pinter milih tujuan wisata kalau mau jalan-jalan gembel alias low budget kayak yang beberapa kali aku
lakukan tapi tulisannya masih aja belum diposting di blog.
Pertama
kali having transit trip adalah ke
Siem Reap. Biar bisa main agak lama di sana dengan tetap pulang ke Padang tanpa
mesti in a rush karena mesti masuk
kerja keesokan harinya, aku nggak punya pilihan penerbangan pulang di hari
yang sama. Waktu kedatangan aku dari Siem Reap adalah jam 6 sore sedangkan
waktu keberangkatan menuju Padang adalah jam 8 pagi besoknya. Maka, pertama kali
itu pulalah aku menjadi airport sleeper.
Nggak airport sleeper beneran sih. Dasar
lagi kaya manja karena abis closing
akhir tahun, aku memilih menginap di Capsule by Container Hotel KLIA2 yang
sekarang namanya jadi LCCT, kenapa mesti ganti nama sih kan kerenan
KLIA2, dan kenapa aku mesti heboh sendiri coba.
|
penampakan kamar khusus perempuan |
Konsep
yang ditawarkan sama seperti hotel kapsul di Jepang, atau bunkbed yang biasa disukai oleh backpacker.
Menginap disini memang menjadi plihan nyaman. Selain bisa rebahan di kasur yang
empuk dengan nyaman, aku bisa melepas jilbab sebentar tanpa perlu khawatir
karena ruangan untuk laki-laki dan perempuan dipisah. Ada pilihan queen size bed juga kalau punya temen
bobo #eh. Tapi aku nggak tau sih ya giman ketentuan kalau mau menginap bareng
pasangan HALALnya.
Nggak
hanya menginap tapi juga tersedia fasilitas untuk mandi dan penyewaan loker. Pilihan
waktu menginap pun beragam, mulai dari 3 jam, 6 jam, dan 12 jam dengan tarif berbeda
juga. Berhubung udah booking online
sejak masih di rumah, aku dapet tarif RM 90, lebih murah RM 10 jika
dibandingkan dengan direct booking. Eh,
ini tarif Februari 2016 ya, karena kalau nggak salah waktu aku transit di Mei
dan Agustus 2016, ratenya udah naik. Mungkin
karena banyak demand.
|
all the things you got |
Waktu
check-in, kita akan mendapatkan goodybag yang boleh dibawa pulang
berisi satu botol air mineral, sikat gigi dan handuk. Handuknya mesti dibalikin
ya. Di kamar disediakan sandal jepit, colokan, telfon untuk wake-up call, meja lipat kecil, lampu,
dan satu gantungan. Masing-masing kamar ada kain penutup yang bisa di tarik-ulur.
Kalau lagi dibuka, pemandangan dihadapan kita adalah kamar lainnya. Jadi kalau
kamu menghidupkan lampu, aktifitas di dalam kamar bisa keliatan dari luar.
Oiya, barang-barang seperti koper sebelumnya disimpan di loker yang terpisah. Ada
perpustakaan juga!
|
kondisi kamar dengan curtain terbuka |
|
kondisi kamar dengan curtain tertuitup |
|
sendal jepit |
|
tangga menuju lt.2 |
|
tempat sampah |
Sayangnya,
aku malah nggak bisa tidur. Ketika menjelang tengah malam sampai pagi, banyak
orang datang yang mungkin juga memilih nginep disini. Suara langkah
kakinya itu lhooo gedebak gedebuk. Belum lagi kalau mereka udah pada ngobrol
tanpa mengontrol volume suara. Eerrgghhh, berisiknya jadi plus plus. Fyi, karena berkonsep container, semua
suara nggak akan teredam dengan karena nggak ada tembok penghalang. Bahkan malam
itu ada tetangga kamar yang nangis terisak-isak. -____-“
|
Share bathroom |
|
Male - Female |
Sepertinya aku nggak
mau kesini lagi. Jadi airport sleeper
beneran lebih asik dan lebih hemat pastinya. Trust me!
Lumayan jadi pengalaman deh. Yang penting pernah mencoba.
2 komentar:
Aku semacam fobia sik kalok di tempat agak sempit gitu. Makanya kalok ada hotel kapsul, gak pernah mau nyobain :(
Menarik sih,,, tapi kalau malah suara2 dari luar kedengeran bgt ya susah juga buat tidur ya. apalagi bagi orang yang fobia tempat sempit.
Post a Comment