October 27, 2015

Selamat Hari Blogger Nasional

0komentar
Selamat Hari Blogger Nasional!

Alhamdulillah, malam ini nggak (atau belum?) mati lampu. Jadi masih bisa nulis demi postingan di hari ini, 27 Oktober, bertepatan dengan Hari Blogger Nasional dan Hari Listrik Nasional. Kombinasi yang indah, yes? Semoga lampu nggak sering mati lagi biar yang lain juga bisa sering update blog. Aamiiin.

Anyway, Kayaknya baru kali ini deh aku nulis demi memperingati Hari Blogger Nasional. Parah. Hahaha. Nggak apa-apa deh. Daripada nggak sama sekali. Toh nulis sesimpel ini nggak mesti di laptop. Smartphone is getting smarter, rite?

Sayangnya Komunitas Blogger Palanta nggak bikin something. Like event or postingan serempak. Sempat dibahas sih di grup whatsapp. Tapi akhirnya menyadari bahwa akhir-akhir ini suka mati lampu di waktu-waktu yang nggak ketebak. Hari kerja pula. Udah sibuk masing-masing juga.

Yang penting semoga semangat nge-blognya akan tetap ada.  

[review] Rumah Kaca - Pramoedya Ananta Toer

0komentar

Judul : Rumah Kaca
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun : 2009
Halaman : 646
Rating : 4 of 5 stars
Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya. – hal 62
Fiuh. Selesai sudah rangkaian tetralogi buru mulai dari Bumi Manusia, Anak SemuaBangsa, Jejak langkah, dan yang terakhir Rumah Kaca. Meskipun nggak seseru tiga buku sebelumnya, tetap ada sisi ‘excelent’ dari penyajian buku terakhir tetralogi paling fenomenal di dunia sastra Indonesia. Setelah puas bersama Minke di tiga buku sebelumnya, Rumah Kaca disajikan berbeda karena menggunakan suut pandang kalangan Eropa, yaitu Jacques Pangemanann dengan dua ‘n’.  

Orang menjadi besar karena tindakannya yang besar, pikirannya besar, jiwanya besar. – hal. 313

       Yang menarik dari sosok Jacques sebagai orang yang menangkap Minke ketika mendapatkan hukuman tanpa proses hukum menjadi orang buangan adalah ia justru menjadi pengagum Minke. Terlihat dari betapa telaten ia membaca tiap lembar catatan-catatan Minke sejak dari Bumi Manusia sampai Jejak Langkah. Juga ketika di penghujung cerita ia memberikan seluruh berkas-berkas naskah Minke kepaa Madam Le Boucq. And it really surprise me tentang siapa sebenarnya Madam Le Boucq ini.

Oya, ternyata quote paling hits dari seorang Pram ada di sini: 
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. – hal. 473
Bukan Pram namanya kalau banyak kalimat yang quotable.
Jangan bikin mereka jadi lebih kaya dan lebih berkuasa karena keringatmu. Rebut ilmu-pengetahuan dari mereka sampai kau sama pandai dengan mereka. Pergunakan ilmumu itu kemudian untuk menuntun bangsamu ke luar dari kegelapan yang tiada habis-habisnya ini. – hal. 340 
Apa Tuan-tuan kira petani buta huruf yang hanya dapat mencangkul itu tidak mencampuri politik? Begitu ia menyerahkan sebagian hasilnya yang kecil itu kepada pemerintahan desa sebagai pajak, ia sudah berpolitik, karena ia membenarkan dan mengakui kekuasaan Gubermen. – hal. 562
Dan selama masih ada yang diperintah dan memerintah, dikuasai an menguasai, orang berpolitik. Selama orang berada di tengah-tengah masyarakat, betapapun kecil masyarakat itu, ia berorganisasi. – hal. 563
Kita semua harus menerima kenyataan, tapi menerima kenyataan saja adalah pekerjaan manusia yang tak mampu lagi berkembang, karena manusia juga bisa membikin kenyataan-kenyataan baru. Kalau tak ada orang mau membikin kenyataan-kenyataan baru, maka kemajuan sebagai kata dan makna sepatutnya dihapus dari kamus umat manusia. – hal 585 

October 20, 2015

Rasakan Menyebrang di Jembatan Akar; Jembatan 'Hidup' di Pesisir Selatan

1 komentar

Setelah puas main air di Pantai Batu Kalang, aku sekeluarga melanjutkan perjalanan ke Jembatan Akar yang berada di Nagari  Pulut,  Kec. Bayang Utara, Kab. Pesisir Selatan. Cukup cari simpang tiga Pasar Baru, perhatikan aja petunjuk jalan yang warna hijau, bakal keliatan kok arahnya kemana. Nah, dari jalan utama itu, masuk lagi ke dalam sekitar 18 km. Memang sih bakalan terasa jauh, karena jalannya yang kecil dan masih sepi. Jangan takut bakalan kesasar, cukup lurus aja sampai nanti keliatan gerbang masuknya di sebelah kiri. Aku lupa deh, kalau nggak salah uang masuknya sekarang Rp 3.000,- per orang.
 

gerbang masuk Jembatan Akar


Berdasarkan info dari Wikipedia dan akun twitter GNFI (Good News From Indonesia), jembatan akar ini mulai dibangun *atau dibentuk?* sejak tahun 1890 dan baru bisa dipakai tahun 1916. Silakan hitung sendiri udah berapa umur jembatan ini sekarang. 
butuh keseimbangan banget ini
dari sisi sebrang

sisi sebalah kanan jembatan
sisi sebelah kiri jembatan
        Jembatan yang terjalin dari akar yang saling berkaitan ini memiliki lebar kira-kira 1 meter saja dan panjang kurang lebih 25 m. Ceritanya jembatan ini dibangun untuk menghubungkan dua nagari yaitu Nagari Pulut dan Lubuak Silau, supaya penduduk sekitar sana bisa tetap pergi mengaji meskipun air sungai meluap.

bisa berenang juga
Meskipun keliatannya akar-akar yang terjalin cukup besar, kalau dicoba berjalan tetep aja jembatannya goyang-goyang. Tapi jangan takut, jembatannya cukup kuat kok meskipun beberapa orang berjalan bersamaan. bisa juga kok berenang di sungai di bawahnya. Apalagi kalau percaya sama mitos-mitos di sana. Haha.. 

Kalau berani, silakan menyebrangi jembatan ‘hidup’ ini deh ketika juga ada orang yang lagi lewat. Biar deg-degan.

ini pohonnya

nggak takut ^_^
 

tentangku © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates