Ini beberapa jawaban yang
oke menurut aku.
Q: Menurut teman-teman
kenapa setiap hari kartini adaaaa aja polemik, debat, dan dipermasalahkan. Terus,
menurut teman-teman perlukah hal seperti itu terjadi?
A:
Emen:
Nggak
perlu kalau semua berjiwa besar. Twitwar tahunan mah tanggal 21.
Mbak
Dwi:
Karena
ada tulisan-tulisannya yang dikumpulkan jadi buku. Makanya ayo nulis.
Iqbal:
Kenapa
mesti Kartini?
Udarian:
Ndak
cuma hari kartini kok. Tiap bulan juga ada kok yang jadi debat ndak penting. Agenda
rutin. Debat kok ndak berkesudahan. Online pula. Diajak diskusi langsung ndak
datang.
Kalau
ada yang sampe bongkar sejarah bilang kartini begini begitu, ‘’thank you for
that” aja, minimal mereka udah nambah pengetahuan kita. Huehehehe
Da
Max:
Kita
berada di zaman bully. Dimana setiap orang mengkritisi apa saja yang kadang tak perlu dikritik.
Awin:
Daripada debatin ini itu mending bikin sesuatu yang menginspirasi banyak orang kayak Kartini, Siti Manggopoh, Dewi Sartika. Nggak usah yang berat-berat deh. Sekitar kita aja dulu.
Daripada debatin ini itu mending bikin sesuatu yang menginspirasi banyak orang kayak Kartini, Siti Manggopoh, Dewi Sartika. Nggak usah yang berat-berat deh. Sekitar kita aja dulu.
Ipit:
Ada
perlunya sih kak, hehe. Dalam konteks ‘agar kita bisa kritis’; tidak Cuma bisa
menerima apa kata sejarah tapi juga menelusurinya. Baca-baca gitu kak.
Bg
Diming:
Namanya
juga tradisi kekinian. Bahas apa yang lagi trending topic. Coba kalau ada Hari
Datuk Maringgih, mungkin akan jadi bahasan tiap tahunnya.
Ijek:
Bisa
jadi itu tradisi, bisa jadi itusalah satu cara untuk memperingati.
Bg
Roni:
Karena
sejarah Kartini itu mengalami complexity dari berbagai sudut pandang. Sehingga ruang
kontroversinya jadi besar.
Sania:
Keluarga
Kartini adalah keluarga yang terpandang pada zaman itu. Mungkin karena itu
Kartini lebih mudah di ekspos.
Trendy:
Mungkin karena Kartini berani melawan budaya jawa, berani melawan ‘kodrat’ wanita jawa pada zamannya.
Mungkin karena Kartini berani melawan budaya jawa, berani melawan ‘kodrat’ wanita jawa pada zamannya.
Rifki:
Sebenarnya
nggak perlu kak. Kartini hanya perwakilan saja. Sama halnya kita memandang
Soekarno-Hatta sebagai presiden dan wakilnya.
Fajri
Alfalah:
Nggak
perlu, karena yang diributkan itu bukan nilai-nilainya kan? Malah cenderung ke symbol
atau ‘kartini’nya. Kalau bicara siapa yang berhak mewakili semangat perempuan
di Indonesia, secara subjektif, siapapun berhak.
-------batas-------
Sekian dan terima
pitih.
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment