meski nggak pake kebaya, kita tetep semangat kerja |
21 April.
Kalau kamu di Indonesia, maka kamu mesti tau kalau hari
ini diperingati sebagai Hari Kartini. Siapa Kartini, aku pikir kamu cukup baca
buku sejarah, baca tulisan-tulisannya, googling juga boleh, tapi jangan jadikan
itu sebagai dasar. Internet bisa memuat apa saja. Baik buruk. Benar bohong.
Bahkan tulisan ini sebentar lagi juga akan ada di google, kalau kamu mencari
dengan keyword yang tepat. Juga kalau kamu buka twitter, lalu melihat twitwar tentang
Hari Kartini, atau postingan-postigan hasil copy-paste artikel orang, pengamat,
ahli, siapapun itu di grup-grup Whatsapp, atau BBM tentang polemik
ke-kartini-an yang ke-kini-an sampai dikaitkan dengan rekayasa sejarah, maka yakinlah
kamu memang sedang berada di Indonesia.
Hampir setiap tahun. Sejak jejaring sosial online menjadi
dunia yang mudah untuk kita jangkau dan kita masuki, apa saja bisa dibahas,
dibagi, dikritisi. Tentang apa saja. Termasuk Hari Kartini.
Seperti pagi ini, ada teman yang nge-twit: udah ada yang
twitwar bahas kartini bukan pahlawan kah?
Lucu, yes?
Iyalah lucu. Sampai pada hafal kalo tiap tahun, tiap momen, apa aja bakal jadi bahan buat adu pendapat, kritik sana
sini, twitwar, dll. Jadi deh debat
tak berkesudahan. Padahal belum tentu juga hal penting, Contohnya, kenapa mesti pake kebaya? -_-"
Aku nggak tau, apakah SK Presiden RI no. 108 tahun 1964
tentang penetapan R.A Kartini sebagai pahlawan nasional udah dicabut atau
belum. Kalau memang belum pernah dicabut maka benarlah adanya R.A Kartini
adalah pahlawan nasional Indonesia. Maka hal itu nggak perlu dipermasalahkan
lagi.
Lalu kenapa mesti diperingati? Ada banyak jawaban. Dari yang
paling baik, netral, sampe yang paling ekstrim. Tergantung kita mau memilih
yang mana.
Pertanyaan yang sering muncul selanjutnya adalah; kenapa
mesti sosok Kartini? Kenapa nggak pahlawan perempuan lainnya, seperti Cut Nyak
Din, Rohana Kudus, Dewi Sartika, atau Martha Christina Tiahahu? Well, lagi-lagi
akan ada banyak jawaban. Dan lagi-lagi, terserah mau memilih jawaban yang mana.
Hanya saja yang mesti diingat adalah, tanggal 21 April merupakan hari lahir
Kartini yang kemudian diperingati sebagai salah satu hari penting (atau hari
besar?) tapi tidak dijadikan hari libur nasional. Namanya saja Hari Kartini. Kalau
mau, mungkin kita bisa mengajukan proposal atau surat permintaan ke pemerintah
untuk menjadikan tanggal 20 Desember sebagai Hari Rohana Kudus, atau 4 Desember
sebagai Hari Dewi Sartika. Sekalian diajukan sebagai hari
libur nasional juga bagus. Kalau disetujui, seluruh pegawai apalagi aku akan
bersukur, karena bertambah satu hari libur. Hahaha. Mudah-mudahan aja pemerintah mau, kan yang penting usaha J
Sepertinya dunia akan lebih indah kalau kita cukup
mengambil nilai-nilai positif dari semangat Kartini. Bahwa pendidikan adalah
penting, apalagi bagi perempuan. toh, Rohana Kudus juga bilang begitu. Kalau ada
yang beda, kita jadikan sesuatu yang memperkaya diri saja. Kalau ada yang tidak sesuai, ya cuekin saja. Tidak ada salahnya toh? Dengan kita mengapresisasi satu hal alih-alih mendebatnya, wawasan kita bisa makin luas.
Taken from @infosumbar, credit to @ajhojie |
Kalau sebelumnya Hari Kartini sudah ‘terlanjur’ terkenal, boleh juga tuh kita jadikan hari lahir pahlawan wanita lainnya sebagai trending topic di jejaring sosial. Mana tau pemerintah tergerak hatinya, karena melihat rakyatnya bisa selalu ingat dan menghargai semangat pahlawan terdahulu.
Kemudian, stop
comparing. Perempuan nggak suka dibanding-bandingkan. Tandanya
kamu nggak terima aku apa adanya #loh. Emangnya enak
dibanding-bandingin sama orang lain? Masing-masing pahlawan punya jalan hidup dan perjuangan yang berbeda. Siapapun
bisa kita tiru semangatnya. Kalau kemudian diperingati secara khusus atau tidak, biarlah itu menjadi
sesuatu
hal lain yang mungkin bisa dibahas
di ruang tersendiri pula.
Males aja sih, kalau jadi ribut
gini. Membahas kartini adalah membahas kompleksitas. Semua unsur dari berbagai
sudut pandang; budaya, suku, agama, politik, sosiologi, gender, daaaaan masih
banyak lagi.
Berbagai
perbedaan pendapat kita jadikan pengetahuan aja, yes? Buktinya ketika hari ini aku sengaja melemparkan
pertanyaan iseng ke group whatsapp temen-temen blogger, organisasi, dan random
ke beberapa orang jawabannya ya beragam.
Yah
begitulah. Mau twitwar kayak gimana juga, paling cuma sehari
ini aja kan. Besok udah nggak dibahas lagi. Terus lupa. Sampai 21 April tahun
depan. Haks.
P.S: makasi
buat teman-teman yang bersedia aku kasi pertanyaan. Jawaban teman-teman semua jadi
inspirasi tulisan ini.
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment