Judul : Rindu
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun : 2014
Halaman : 544
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : Republika
Tahun : 2014
Halaman : 544
Rating : 5 of 5 stars
Luka fisik cepat sembuh, sedangkan pemahaman baik atas setiap kejadian akan selalu menetap – hal. 53
Sayangnya, lazimnya sebuah pertanyaan, maka tidak otomatis selalu ada jawabannya. Terkadang, tidak ada jawabannya. Pun penjelasannya. – hal. 222
Ringan tapi sarat hikmah.
Aku termasuk orang yang awalnya bingung, kenapa buku ini
dikasih judul Rindu. Sempat mikir kalau ceritanya nggak akan jauh dari
romantisme sepasang manusia. Eh…taunya lebih dari itu.
Rindu, bukan jenis bacaan yang membuat kita mengerutkan
kening atau harus membaca kalimatnya berulang-ulang. Meskipun tebalnya sampai
544 halaman, gaya bahasa yang santai dan sederhana bisa bikin keep turning the
pages kok.
Karena keadilan Allah selalu mengambil bentuk terbaiknya yang kita tidak selalu paham – hal. 373
Bercerita tentang beberapa tokoh dari latar yang
berbeda dengan tujuan yang sama, yaitu naik haji. Berlatar di tahun 1930an
bikin aku berimajinasi, gimana sih rasanya berangkat haji naik kapal laut yang
menghabiskan waktu berminggu-minggu. Ohmy….waktu nyebrang Selat Sunda jaman
dulu aja aku mabok laut -_-“. Di atas kapal ini, semua tokoh bertemu, membawa
pertanyaan-pertanyaan yang menjadi beban hidup masing-masing. Tere Liye
membantu mengingatkan kita tentang pemahaman hidup yang lebih baik. Manusia kan
memang begitu ya, butuh untuk terus diingatkan, meski pada hakikatnya pemahaman
itu mungkin pernah singgah.
Konflik antar tokoh mungkin tidak terlalu menonjol karena
sepertinya Tere Liye lebih mengedepankan konflik batin.
Sudut
pandang orang ketiga di luar cerita menjadi tempat ‘memandang’ paling asik
karena kita pembaca jadi bisa melihat tokoh secara keseluruhan meski disajikan
dalam potongan-potongan bab yang berbeda.
Kita tidak perlu membuktikan kepada siapapun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. – hal. 313
Dan
tumben aku bingung mau nulis apa.
Intinya,
buku ini pas banget buat bikin kita kembali berpikir tentang diri. Sudah seberapa
bijak kita bersikap terhadap takdir?
Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia, apakah kita tidak suka. Takdir bahkan tidak pernah basa-basi. Menyapapun tidak. – hal 471
Tweet |
1 komentar:
Mungkin Rindu akan ke rumah Allah.. Gitu sik. Hahah.. :D aku sampe sekarang belom sempet baca novelnya. :'
Post a Comment