Adalah
hadiah ulang tahun ke 24 dari seorang adik di himpunan yang juga seorang teman
di kantor. Termasuk dalam daftar buku yang pengen dibeli sebenarnya. Eh, malah
dikasih. Alhamdulillah, rejeki anak shaleh J
Bagi
yang nggak tau Marah Rusli, mungkin masih inget sama Siti Nurbaya. Tahun
1920-an (lupa tahun berapa pastinya) Siti Nurbaya merupakan novel roman yang
member warna baru dalam dunia sastra Indonesia. Pasalnya, Siti Nurbaya berkisah
tentang pertentangan mengenai adat istiadat Minang dalam hal perkawinan. Novel
ini merupakan bentuk protes dan perlawanan dari seorang Marah Rusli terhadap
adat istiadatnya sendiri. Hebatnya gitu sih, cara melawannya elegan; menulis
dan menghasilkan karya.
Nggak
berlebihan deh kalau akhirnya beliau dikenal sebagai bapak Roman Modern
Indonesia.
Bingung
dan kaget karena tiba-tiba ada novel baru dari Marah Rusli. Toh, Beliau udah
almarhum. Ternyata, Memang Jodoh udah rampung sejak tahun 1961. Sengaja dirilis
tahun 2013, 50 tahun lebih setelah novel ini diselesaikan. Alasannya, buku ini
baru boleh diterbitkan setelah orang-orang yang terlibat dalam kisah di
dalamnya meninggal dunia.
Dari
judulnya aja, kita udah bisa nebak kalau Memang Jodoh lagi-lagi bercerita
tentang adat-istiadat perkawinan di Minang. Yang nggak nyangka, ternyata
kisahnya adalah kisah pribadi dari Marah Rusli. Maka wajar lah ya, buku ini
baru terbit setelah nunggu semua yang terkait udah nggak ada dulu meskipun nama-nama
tokoh udah disamarkan.
Dan
masih sama seperti karya sastra Indonesia lainnya. Gaya bahasa Indonesia yang
masih menggunakan tatanan lama selalu jadi favorit aku.
Memang
Jodoh membukakan cakrawala kita dalam melihat kembali nilai historis di
Minangkabau. Tentang gaya hidup masyarakat dahulu yang menjaga adat-istiadat
dengan tidak megizinkan pernikahan dengan suku lain selain Minang. Meskipun
seiring perubahan zaman, kemudian sudah ada kelonggaran dalam banyak hal.
Termasuk adaik babuhua sintak kali
ya? *sok iyes inih, padahal lupa pelajaran BAM* *yang
nggak tau BAM itu apa, silahkan googling*.
Mungkin
‘Memang Jodoh’ sudah kita maklumi dengan celetukan: Ya kalau jodoh, mau gimana
lagi?’
Tentu saja tiap hidup akan mati dan tiap perjumpaan akan berpisah; tapi bukan itu pint akita. Kita masih muda, baru hendak dewasa. Galibnya, perjalanan kita masih panjang dan masih banyak cobaan yang akan kita tanggung (hlm. 35)
Tetapi janganlah tak kita percayai bahwa Tuhan tidak berbuat sia-sia. Segala perbuatan-Nya niscaya ada juga faedahnya. Apabila kita tak dapat menyelami faedah ini dengan sedalam-dalamnya, bukanlah karena tak ada faedah itu, melainkan semata-mata karena kita yang tak dapat mengetahuinya dengan pancaindra dan pikiran kita. (hlm. 404)
Bukankah ilmu pengetahuan pun mengakui bahwa pancaindra kita tak sempurna, untuk menyandarkan sekalian yang ada dalam semesta alam ini; karena ia terbatas. (hlm. 404)
Tuhan tidak berbuat sesuatu yang tak baik, atau sesuatu yang sia-sia. Segala perbuatan-Nya semata-mata menuju kepada kebaikan juga, walaupun tidak selamanya dapat kita rasakan dan kita pikirkan. (hlm. 407)
Tweet |
1 komentar:
master, follow back aku dong hehe
Post a Comment