Awalnya sama sekali
nggak tertarik buat bikin review
dwilogi ini. Kesan pertama dari buku pertama, Blues Merbabu, memang tidak ada
yang spesial. Begitu biasa. Seperti diari. Mengalir begitu saja. Ditambah substansi
cerita hanya tentang pengalaman Gita dengan perempuan-perempuan yang pernah
mampir dalam hidupnya.
Tenyata 65 lain.
Sempat terpengaruh
dengan beberapa pendapat di goodreads, i
less expect then.
Lalu apa yang
membuat aku kemudian tetap mau membacanya? Karena dipinjemin. That’s all! Haha. Kidding! Penasaran sih. Karena dwilogi, sayang sekali kalau nggak
dituntaskan.
Nuansa datar Blues
Merbabu masih akan terasa disini. Tapi, memang untuk membaca buku ini pada akhirnya
aku mesti arif untuk mengenyampingkan apa yang biasa kita kenal dengan alur,
latar, klimaks, twists, dan
sejenisnya. Karena mungkin bukan untuk itu buku ini ditulis dan dinilai. Lantas
apa yang menarik? Apa yang ditawarkan disini? Aku tidak punya jawaban pasti. Masing-masing
kita akan punya penilaian yang beda, dan tenang aku siap dengan perbedaan itu,
ceilee.
Well, Gitanyali (pembaca
kompas lebih kenal dengan Bre Redana, yes?) bercerita tentang kehidupan anak
yang ayahnya adalah aktivis PKI dari sudut lain. Dari sudut yang paling beda,
paling tidak terfikirkan sebelumnya. Ya, dari itu, petualangan hidupnya. Dari setiap
kebebasan yang dia pilih, bahkan dalam hal perempuan.
Seolah aku dipaksa
untuk membuka mata lebih lebar dan pikiran yang lebih luas untuk menangkap
makna dari setiap kisah pertemuan seorang Gita dengan perempuan. Simpelnya begitu.
Atau kalau mau dibuat lebuh serius, aku melihat dari setiap pilihan yang Gita
ambil.
Blues Merbabu dan
65 disusun seperti anak tangga. Dari awal cerita memang terlihat ringan. Namun semakin
ke atas, aku menangkap satu hal. Gita ingin pembaca melihat dari tempat ia
berdiri tanpa menyuguhkan persepsinya sendiri. Kita dibiarkan bebas dengan apa
yang kita baca, apa yang kita tangkap, apa yang kita kemudian pikirkan.
Memang bisa
dibilang sedikit sekali kaitan judul dengan isi. Tapi untuk ini, i make an excuse.
Tweet |
2 komentar:
jadi penasaran pengen baca kak. apalagi ceritanya ttg aktivis PKI.
bukan dia nya sih yang aktivis, tapi ayahnya.
sudut pandangnya beda banget lho, ga seperti biasanya..
Post a Comment