bg Rusheryadi Abbas, bg Nanda Firdausy, Dwinda Rahman (Ketum Komisariat Ekonomi Unand) |
Rabu, 18 Juni 2012.
Komisariat ngadain acara temu ramah jelang
bulan Ramadhan. Alhamdulillah, dihadiri oleh Bg Nanda Firdausy dan Bg
Rusheryadi Abbas. Acara ketawa-ketawa ini juga ga lepas dari diskusi ternyata *kebiasaan*. Diawali dengan ta’aruf *lagi-lagi kebiasaan* kemudian abis shalat maghrib berjamaah,
baru deh mulai diskusi yang agak serius oleh bg Rusheryadi Abbas.
Dihantarkan
dengan statement:
Jangan gelisah. Mau dimanapun kita semua sama. Cintai saja apa kamu punya, karena dengan mencintai kita akan lebih mudah bersyukur. Ingat saja janji Allah kalau kita bersyukur, Allah akan menambah nikmatnya.
Abang yang sangat menikmati masa-masa saat
dirinya menjadi konsultan pemberdayaan sebelum bekerja di BI ini mengingatkan
akan 4 hal:
1.
Sempurnakan
ikhtiar.
Bagi Allah, yang penting itu perubahan.
Makanya hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
2.
Sertakan
dengan doa.
Sesungguhnya setiap manusia adalah musafir,
yang sedang melakukan perjalanan kehidupan. Suatu saat pasti berpulang.
3.
Sabar.
4.
Tawakal.
Karena terkadang apa yang diberikan Allah
tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kita juga memiliki keterbatasan
untuk mengetahui apa yang terbaik untuk diri kita karena yang tahu segala
sesuatu tentang kita adalah Yang Menciptakan kita – Allah SWT.
Menurut yang beliau baca dari bukunya
Koentjaraningrat, Capacity Building
bangsa Indonesia tidak terbangun dengan baik. Sebagian besar memiliki mental
lembek. Salah satu penyebabnya adalah sejak kecil kita tidak dibiasakan dengan
tantangan, melainkan seringnya dimanjakan. Jadi ketika dewasa kita butuh proses
adaptasi yang jauh lebih tinggi. Maka, semakin keras proses, semakin matang
diri yang terbentuk.
Inilah yang menjadi kesalahan ketika
melakukan studi banding. Orang hanya actual-seeing
instead of process-seeing. Orang-orang hanya melihat bagaimana yang
terjadi saat itu, padahal itu adalah dampak dari beberapa tindakan
terus-menerus yang dilakukan sebelumnya.
Nah, keuntungannya berorganisasi biasanya
adalah melatih kemampuan merespon, mengemukakan pendapat, bahkan berdebat. Namun
yang paling krusial sebenarnya adalah mengasah sensitifitas terhadap
sekitar. Hal penting lainnya
yang dilatih dalam berorganisasi dan dibutuhkan sebagai bekal saat memasuku
dunia nyata [dunia kerja] adalah penempatan diri dan penguasaan
masalah.
Dianalogikan dengan kunci inggris ketimbang
kunci pas, Bg Rusheryadi mengingatkan tentang kreatifitas. Jadi, selayaknya kita selaku mahasiswa
bahkan sarjana membawa kunci Inggris kemana-mana, bukan kunci pas. Melakukan
analisis SWOT terhadap diri sendiri juga penting. Tujuannya untuk mencari jati
diri. Gali potensi, minimalisir kelemahan. Kelemahan bukan untuk disembunyikan
tetapi untuk diangkat ke permukaan dan dicari cara mengatasinya.
Diskusi ini diakhiri dengan beberapa pesan:
~~
Jadilah seperti itik. Diatas kelihatan tenang tapi sebenarnya di bawah bekerja.
~~ Yang hebat adalah bukan bicara dalam waktu yang cukup, tapi dalam waktu singkat (efektif).
Beliau
juga memberi penekanan bahwa yang sebenarnya pelupa adalah yang muda. Mudah-mudahan
diskusi seperti ini tidak terhenti begitu saja, sehingga hubungan anatara
pengurus, anggota, dan alumni tetap terjalin. Sebagaimana yang beliau sampaikan:
Tugas nan tuo: kok lupo-lupo mangingekan, takalok kalok manjagoan.
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment