Judul : Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah
Penulis: Agustinus Wibowo
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Halaman : 528 halaman
Cetakan Kedua: Juni 2011
Rating : 5 of 5 stars
Garis batas membuat hidup manusia penuh warna. Berkat garis batas, ada negri-negri berbeda, bangsa-bangsa berbeda, beribu bahasa dan makanan khas, adat istiadat. Bayangkan jika di dunia ini dihuni oleh semua yang sama persis, berwajah sama, bahasa sama, punya impian dan agama yang sama,..., betapa membosankannya. – Hal. 82
This book is really awesome!
Pertama, aku baru tau dari buku ini, kalau Uni Soviet
pecah menjadi Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan.
They’re all brothers, naturally.
Kedua, aku juga baru tau meskipun berasal dari masa lalu
yang sama, masa lalu Soviet, masing-masing punya perbedaan yang mencolok, baik
secara infrastruktur, kondisi sosial budaya bahkan falsafah hidup yang dianut. Seolah
ingin menghapus jejak ‘Soviet’ dari dalam dirinya dan melupakan masa lalu,
negeri-negeri Stan ini mencari identitas kedaulatan, medefinisikan negeri
masing-masing berdasarkan versi mereka sendiri.
Dibawah sadar, sebenarnya terpendam identitas kebangsaan kita, yang mendefinisikan dengan orang-orang mana saja kita bisa menyebut saudara sebangsa. Ada pula sejarah bangsa, memori kolektif yang mengikat kita dengan orang-orang dengan perasaan senasib sepenanggungan, walaupun sejarah dan identitas bangsa bisa direka, didefinisikan, dihapus, dilupakan, dimodifikasi, atau bahkan diciptakan dari yang tak ada, tapi tetap punya kekuatan spiritual –terkadang magis- untuk mempersatukan jutaan individu di bawah panji-panji yang sama. Ini berkaitan dengan sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial yang selalu mencari kumpulan dan komunitas tempat ia bisa mengafiliasikan diri. – hal. 395
Garis Batas disajikan dalam 5 Bab. Setiap bab bercerita
tentang masing-masing negara. Tidak hanya mengenai keindahan atau kekurangan
setiap negara, Agustinus Wibowo juga mengisahkan pengalaman yang berbeda-beda
dari mulai masuk hingga keluar di setiap perbatasan. Maka yang membedakan
tulisan Agustinus Wibowo dari traveller atau backpacker lain adalah, ia tidak
pernah luput menceritakan tentang bagaimana interaksi sosial bermasyarakat di
setiap tempat yang berhasil dikunjungi.
Tajikistan, dengan ibu kotanya Dushanbe, merupakan negara
terkecil sekaligus termiskin dibandingkan dengan Stan-Stan lainnya. Tapi siapa
sangka tidak ada yang buta huruf di negara ini. Disini juga terkenal dengan birokrasi yang rumit dan ‘apa-apa mesti
bayar’ (sounds like Indonesia? #sigh)
Kirgizstan, masih mirip dengan Tajikistan dalam hal
korupsi dan keganasan polisi. Minum vodka dan bir adalah kebutuhan bahkan
bisa dibilang lebih penting daripada makan meskipun negara ini bukanlah
negara kaya.
Adalah Kazakhstan, negara yang memiliki luas wilayah
paling luas dibandingkan 4 negara pecahan lainnya. Luas wilayahnya menempati
urutan kesembilan di dunia tapi penduduknya nggak sampai 16 juta jiwa (pada
saat itu). Apa ibu kota Kazakhstan? Well, menjawab pertanyaan ini tidak semudah
menjawab pertanyaan apa Ibu Kota Indonesia *ya iyalah* Ternyata negara ini udah
beberapa kali pindah ibu kota. Silakan baca sendiri, karena akan terlalu
panjang kalau ditulis di sini.
Berikutnya Uzbekistan, biasa kita singkat Uzbek. Terkenal
sebagai salah satu pecahan Soviet yang paling anti Rusia. Ada beberapa hal yang
unik dari Uzbekistan. Katanya, ada peraturan di sana: Uang yang dibawa keluar
Uzbekistan tidak boleh lebih dari uang yang dibawa masuk. Nah loh? Jadi pada
saat di perbatasan, semua benda yang dibawa harus ditulis dengan jelas. Yep, every single thing. Hal unik
lainnya, dan yang paling menarik hati aku waktu baca, adalah tentang pernikahan di Ferghana, salah
satu daerah di Uzbekistan. Mengutip kata penulis: Tidak pernah ada senyum terhias
di wajah pengangtin perempuan Uzbek. Gimana nggak, pengantin perempuan Uzbek
sebelumnya tidak mengenal lelaki yang akan dinikahinya. Makanya lirik lagu
pernikahan di Uzbek adalah: jangan menangis, gadis, jangan menangis.
Terakhir Turkmenistan. Kayaknya ini adalah negara yang paling maju deh daripada saudaranya yang lain. Seluruh rakyatnya merasa cukup dengan yang
ada di negaranya. Segala sesuatunya serba murah. Pelayanan kesehatan. Listrik,
air, gas, disediakan gratis oleh pemerintah. Tapi,
sayangnya, Turkemnsitan termasuk negara yang mengisolasi diri dari dunia luar.
I
like how Agustinus describe each country. Ga ada rasa bosen karena kita selalu
disuguhkan dengan kisah yang nggak disangka-sangka. Juga ada halaman yang
berisi foto full colour yang diambil
dari sisi unik masing-masing negara.
Jarak adalah sebuah garis batas, tetapi jalinan perasaan adalah penembusnya. – Hal. 508
Dan
hei, dari buku ini aku juga mulai bisa memaknai garis batas. Tapi jangan cerita
di postingan ini deh. Kepanjangan.
Tetapi pernahkah kita membayangkan menjadi warga sebuah negara yanh tidak mendapat perlakuan dunia? .... Atau jika anda terlahir sebagai orang Rohingya, sampai terkatung-katung di Indonesia, karena dibantai dan tidak diakui harkat kemanusiaannya oleh negara asalnya di Myanmar? Atau bangsa Palestina yang kehilangan tanah airnya, memegang ‘paspor Mesir untuk Pengungsi Palestina’ dan tidak bisa lagi menginjakkan kaki ke tanah kelahirannya. – Hal. 422
Tweet |
0 komentar:
Post a Comment