Judul : Inkheart
Pengarang : Cornelia Funke
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2009
Halaman : 536
Pengarang : Cornelia Funke
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2009
Halaman : 536
Rating : 3 of 5 stars
Lucky
me, yang udah lupa jalan cerita di film Inkheart, jadinya bisa membaca buku ini
dengan benar-benar santai dan bebas berimajinasi. Malah yang ada aku pengen
nonton ulang biar inget lagi. dan lebih beruntungnya buku ini masih di dapat
dari hasil ngeborong buku obral Gramedia dengan harga Rp 10.000,- saja. J
Mo
dan Meggie, like father like daughter.
Sama-sama
pecinta buku, suka bawa buku kalau kemana-mana dan ternyata punya kemampuan
yang sama, menghidupkan tokoh-tokoh dalam buku cerita namun menarik apapun dalam
dunia nyata sebagai gantinya. Seru, karena Ibu dari seorang anak bernama Meggie
harus ‘masuk’ ke dalam cerita Tintenherz –yang sebenarnya adalah judul asli
dari novel ini-, meskipun ada salah satu tokoh cerita yang ’keluar’ dan ‘hidup’
di dunia nyata kerap meminta Mo, untuk mengembalikannya ke kehidupan yang
sebenarnya. Tentu saja, konflik muncul ketika Capricorn,tokoh utama dalam buku
cerita Tintenherz, tidak mau kembali kedalam buku tersebut dan malah ingin
membawa ‘seorang teman’ ke dunia nyata.
Aku
sendiri mulai merasa ketegangan dimulai ketika Capricorn membakar seluruh
eksemplar Tintenherz yang berhasil dia kumpulkan. Namun, ternyata dia menyimpan
satu dan memaksa Mo membacakan lanjutan cerita agar Sang Bayangan bisa keluar
dan hidup bersamanya. Tak disangka, bukan Mo, tapi Meggie lah yang akhirnya
membacakan Tintenherz dengan jalan cerita yang juga tak disangka-sangka oleh
siapapun yang mendengarnya.
Ada
banyak sudut pandang tanpa adanya dalam pemaparan novel ini sehingga
kadang-kadang membuat bingung. Beerapa kejadian juga diceritakan agak kurang
dramatis sehingga menimbulkan kesan biasa saja. Misalnya ketika Mo bertemu
Resa, yang ternyata adalah Ibunya. Atau ketika Meggie menyaksikan Mo dibawa ke
dalam ruangan dihadapan banyak orang untuk membaca kelanjutan cerita
Tintenherz.
Tapi
aku suka dengan penggambaran rumah Elianor yang bagaikan perpustakaan. Ada buku
dimana-mana. Meskipun pada akhirnya Elianor harus menerima kenyataan bahwa semua
koleksinya habis dibakar Capricorn.
Akhirnya
ada juga buku bantal yang dibaca. Meskipun cuma 536 halaman. Tinggal baca buku bantal selanjutnya kelanjutannya,
Inkspell J