Aku menatap
layar handphone.
Menu. Message. Create Message. Ok.
Diam.
Kuletakkan
lagi.
Kurobek
kertas dari blocknote yang tergeletak
di sudut meja. Kurogoh pena dalam Gucci hitam yang kuletakkan begitu saja di
atas kasur sepulang kantor tadi.
Diam. Berfikir
sejenak, lalu menggoreskan
“aku...kangen...”
Seketika
kubuat silang besar di atas kalimat itu dan menyobek kertas baru.
Hmmmpph...
Mengalir
saja, batinku. Satu kata. Dua kata.
“Malam ini, aku mau bilang, I miss you...”
Jeda.
“...Ketika kamu pilih untuk diam dan tidak mengungkapkan
apa-apa. Mungkin itu yang nanti bakal bikin aku kepikiran kamu. Padahal saat
sekarang pun aku suka kepikiran kamu, membayangkan kamu ada di dekat aku.
Berlama-lama. Ngobrol apa saja.
Lalu aku pikir-pikir lagi. Tentang kamu.
Kadang ada perasaan kita jauh banget. Merasa ketakutan:
nggak cocok, nggak pas, nggak pantes, nggak seharusnya. Ada aja yang muncul
ketika aku mengelupas tentang kamu. Dan tetiba bisa jadi nggak enak hati. Bersalah
karena ngebiarin pikiran negatif merasuk.
Aku takut. Aku mau kamu. Aku suka kamu. Meski kebanyakan
caraku mengatakan itu nggak selalu tepat. Aku tau, setiap pilihan memiliki
resiko. Tapi hatiku telah memilih kamu.
Meski aku harus kecewa, sedih yang terlampau banyak.
Malam ini, kamu masih tetap jadi pacar aku kok.
Aku masih kangen kamu.
Kangen ngobrol malem-malem sambil muterin kota tanpa
tujuan. Es krim, sate, sup buah, apa saja.
Janji, senin kita kan ketemu?
I miss u...”
Setelah
melipatnya menjadi 4 bagian kuselipkan kertas tadi dalam blocknote tempatnya berasal. Lalu kulempar begitu saja keatas
kasur, tepat jatuh diatas Gucci hitam pemberian Ray. Kuraih handphone seraya
menekan-nekan tombol hurufnya. Merangkaikan kalimat:
“Really Miss U. Call
me... :*”
Send.
Diam.
5 menit.
I message received: R.
Open.
“Jangan sekarang. Anakku lagi mainin hp
yang ini”
-----