Hujan
Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu…
Hujan turun. Kau bisikkan
puisi itu di depan perutku yang membuncit. Di sebuah sofa kumal dalam rumah
sederhana. Dengan tangan saling terkait.
…Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu…
Dug. Ada tendangan kecil. Genggaman tanganku semakin kuat. Kamu
tersenyum. Aku melepas genggaman tangan kita. Kemudian meraba matamu yang
tertutup. Aku yakin, mata hatimu dapat melihat selengkung garis itu juga muncul
di bibirku.
Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni, dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
(SDD - Hujan
Bulan Juni – hal. 90)