Pages

October 14, 2015

[review] Pulang - Tere Liye

Ketahuilah, Nak. Hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran. – hal. 340

Sejatinya dalam hidup ini, kita tidak pernah berusaha mengalahkan orang lain, dan itu semua sama sekali tidak perlu. Kita cukup mengalahkan diri sendiri. Egoisme. Ketidakpedulian. Ambisi. Rasa takut. Pertanyaan. Keraguan. Sekali kau bisa menang dalam pertempuran itu, maka pertempuran lainnya akan mudah saja. – hal. 219
       Out of expectation sebenarnya. Aku kira buku Pulang ini ceritanya bakalan berkisar tentang romantisme berbalut tragedi. Tapi ternyata nggak. Pulang malah menyuguhkan aku sesuatu yang lain dari seorang Tere Liye. Bagi yang pernah baca Negeri Para Bedebah atau Negeri Di Ujung Tanduk mungkin nggak akan kaget. Tapi buat aku yang belum pernah, cukup mengejutkan juga ternyata. Siapa sangka ‘Pulang’ berkisah tentang kehidupan keluarga besar mafia, penuh dengan pertempuran, berantem, dan juga membahas tentang shadow economy. Hebat ya Tere Liye dalam memanfaatkan latar belakang pendidikannya dalam nulis novel gini. 

Hidup ini adalah perjalanan panjang dan tidak selalu mulus. Pada hari ke berapa dan pada jam ke berapa, kita tidak pernah tau, rasa sakit apa yang harus kita lalui. Kita tidak tahuh kapan hidup akan membanting kita dalam sekali, membuat terduduk, untuk kemudian memaksa kita mengambil keputusan. – hal. 262
Aku suka alurnya yang maju mundur. Ada bab-bab yang secara sengaja dibuat sebagai flashback ke masa lalu padahal cerita kejadian masa sekarang lagi ser-serunya. Tentunya semua jadi saling terkait juga sih akhirnya. Meminjam bahasa di buku itu; semua orang memiliki kelindan sejarang dengan masa lalu.

         Seru. Dan untuk novel keluaran penulis dalam negeri, Tere Liye selalu sanggup memberi warna yang lain. Nggak banyak kan ya novel-novel yang serunya kayak nonton film action gini. 

Tapi sungguh, jangan dilawan semua hari-hari menyakitkan itu, Nak. Jangan pernah kau lawan. Karena kau pasti kalah. Mau semuak papaun kau dengan hari-hari itu matahari akan tetap terbit indah seperti yang kita lihat sekarang. Mau sejijik apapun kau dengan hari-hari itu, matahari akan tetap memenuhi janjinya, terbit dan terbit lagi tanpa peduli apa perasaanmu. Kau keliru sekali jika berusaha melawannya, membencinya, itu tidak pernah menyelesaikan masalah. – hal. 339


No comments:

Post a Comment