Pages

August 07, 2015

[review] Trilogi Soekram - Sapardi Djoko Damono


Mungkin begini jadinya jika seorang penyair menulis cerita. Trilogi Seokram, adalah hasil cetak ulang tiga buah cerita yang akhirnya digabung menjadi satu buah buku.
Bercerita tentang Soekram, tokoh karangan atau rekaan yang protes kepada pengarangnya. Soekram mempertanyakan, kenapa ia tidak bisa menentukan sendiri jalan ceritanya. Aplagi ketika ia tau bahwa pengarangnya telah mati. Mau dibawa kemana kelanjutan kisahnya.
Dari tiga cerita itu yang berhasil aku mengerti hanyalah cerita pertama. Semakin kebelakang aku makin bingung. I swear.  
Aku nggak bisa menangkap makna cerita kedua.
Untuk cerita ketiga, bagiku ini lucu. Karena Soekram ‘disatukan’ dengan Siti Nurbaya, Datuk Maringgih (atau Datuk Meringgih?), Hanafi, Samsul, Kartini, Semar, Darma, Sena, dan Parta dalam satu cerita. Bahkan Marah, nama ‘pencipta’ Siti Nurbaya, disebut-sebut dan sempat membuat Soekram bingung. Namanya juga cerita, jadi semua terserah pengarang donk ya.
For me, pada akhirnya buku ini jadi sebuah hiburan tersendiri aja sih.
Udah, segitu aja tentang cerita Soekram.
Tapi sebelumnya, ada dua kalimat yang mau aku kutip dari bagian pertama, Pengarang Telah Mati:
Langit memang suka aneh. Ia sayang pada penghujan, tetapi juga pada kemarau. Hal – 65
Satu lagi:
Ucapkan terima kasih kepada jalan, meskipun tidak akan pernah membawa ke suatu tujuan yang jelas. Hal – 100
Yang menarik bagiku bukan hanya kalimatnya Sapardi. Itu udah jelas aja sih. Coba baca ulang dua kalimat tadi. Keduanya ditulis dalam satu cerita. Aku terkesan dengan bagaimana Sapardi memuji tidak hanya langit tapi juga bumi. Sapardi menyebut keduanya. Dan bagiku, itu adil.  


No comments:

Post a Comment